TARBIYAH ONLINE

Fiqh

Jumat, 22 Juni 2018

DUA PERKARA UTAMA DALAM AGAMA

Juni 22, 2018

Tarbiyah.Online -  Agama kita memiliki prinsip utama yang mengajarkan ummatnya untuk menjadi insan kamil, manusia yang sempurna dalam pandangan syari'at. Dalam kitab Nashaihul 'Ibad disebutkan, ada 2 perkara utama yang harus dimiliki dan diamalkan oleh setiap muslim untuk mencapai kesempurnaan iman.

Diriwayatkan sesungguhnya Nabi SAW bersabda:

خصلتان لا شئ افضل منهما الايمان بالله والنفع للمسلمين

"Ada dua perkara, yang tidak ada sesuatu yang lebih utama dari dua perkara tersebut, yaitu iman kepada Allah dan berbuat kebajikan kepada sesama muslim (baik dengan ucapan atau kekuasaannya atau dengan hartanya atau dengan badannya)."

Dalam hadits yang lain Rasulullah SAW juga bersabda, "Barang siapa yang pada waktu pagi hari tidak mempunyai niat untuk menganiaya terhadap seseorang maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu. Dan barang siapa pada waktu pagi hari memiliki niat memberikan pertolongan kepada orang yang dianiaya atau memenuhi hajat orang islam, maka baginya mendapat pahala seperti pahala haji yang mabrur".

Dalam hadits diatas Rasulullah mengabarkan tentang keutamaan berbuat baik kepada seluruh makhluk Allah. Berbuat baik dikategorikan kepada dua perkara: yang pertama kebaikan yang berlaku pasif (yaitu tidak melakukan keburukan) dan kedua kebaikan yang aktif (membantu oranglain dengan segala daya semampunya).

Dan Nabi SAW bersabda "Hamba yang paling dicintai Allah SWT adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain. Dan amal yang paling utama adalah membahagiakan hati orang mukmin; dengan menghilangkan laparnya, atau menghilangkan kesusahannya, atau membayarkan hutangnya. Dan selain itu juga terdapat dua perkara yang tidak ada sesuatu yang lebih buruk dari dua tersebut yaitu syirik kepada Allah dan mendatangkan bahaya kepada kaum muslimin".


Sebagaimana kebaikan diketjakan dengan anggota tubuh badan, pikiran atau pun juga harta. Kejahatanan juga berlaku sama (baik membahayakan atas badannya, atau hartanya). Dua hal tersebut merupakan hal yang paling buruk. 

Karena dari sesungguhnya seluruh perintah Allah selalu tergolong kepada dua perkara tersebut (pengagungan kepada Allah dan menebar kasih sayang kepada makhluk-Nya). Mengagungkan Allah dan berbuat baik kepada makhluknya, sebagaimana firman Allah Ta’ala. "Dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat." (Q.S Al Baqarah:43). Dan melanggar keduanya adalah dosa yang teramat besar.

Dan dalam surat yang lain firman Allah Ta’ala, "Hendaklah kamu bersyukur kepadaKu dan kepada kedua orang tuamu." (Q.S. Luqman :14)

Disarikan daripada Kitab Nashaihul 'Ibad karya Syeikh Nawawi Bantani.
Read More

Minggu, 17 Juni 2018

Negeri Syam dan Jejak Wali Abdal (2) Umat Yatim dan Dunia Baru

Juni 17, 2018
Syeikh Anas Syarfawi

Tarbiyah.Online
Nabi Muhammad SAW pernah mengingatkan bahwa jika Ahli Syam (penduduk negeri Syam) sudah rusak maka tidak ada lagi kebaikan di dunia ini. Tuhan menjaga Ahli Syam dengan menjaga ulamanya, ulama yang menjaga iman umat. Yang membuat spesial Ahli Syam adalah perpaduan antara ilmu zahir dan batin, ilmu kalam yang katanya ilmu debat, kering, jika diajarkan ulama Syam bisa jadi ilmu yang membuatmu menangis. Itu dia spesialnya para abdal.

Ilmu ushul fiqh yang katanya ilmu akal murni, melelahkan, kering dan tanpa sisi ruhaniyah bisa bikin kita taubat jika diajarkan ulama Syam. Dan orang seperti itu selalu ada di Syam dari generasi ke generasi, warisan paling mahal di negeri Syam, dan Sayidina Muhammad SAW sendiri yang menjaminnya

Tentu kami merasakan kiamat kecil saat satu persatu ulama besar meninggalkan kami, terutama dengan wafatnya nama-nama besar seperri Syeikh Sa'id Ramadhan Albuty, Syeikh Wahbah Zuhayly, Syeikh Abdurrazaq Halaby dan seterusnya. Perasaan yang kami rasakan saat itu  seolah "kami menjadi yatim", siapa yang akan menjaga kami? Bagaimana kami menjalankan hidup kami setelah ini?


Baru-baru ini aku ditegur, Sampai kapan kamu merasa yatim? Dunia terus berjalan dan nabi telah menjanjikan akan selalu ada di syam orang yang mewarisi tugas besar sebagai penjaga iman umat manusia. Mereka generasi baru, yang disiapkan oleh pendahulu untuk menjadi penerus tugas mereka.
Syeikh Hasan Khiyami

Akhirnya akupun terbangun dan sadar, mau tidak mau aku harus menerima, jika sekarang zaman sudah berubah, selalu ada orang spesial disetiap zaman. Dan aku bertemu dengan dua orang yang mewarisi tugas pendahulu mereka dan memahami zaman ini. Segalanya baru, dunia baru dan diisi oleh orang-orang baru yang akan menjaganya.

Diantara mereka yamg kukenal dan hadir untuk dunia baru adalah syeikh Hasan Kjiyami dan syeikh Anas Syarfawi. Dua orang dari generasi baru yang sangat kukagumi. Dimata mereka aku melihat kecerdasan dan kelurusan albuty, ketawadhuan dan keluasan ilmu wahbah zuhayly, keikhlasan dan keramahan kuftaro.

Dan aku bersyukur bisa belajar pada dua generasi yang berbeda ini. Mereka adalah manusia syam yamg terpilih untuk memikul beban umat manusia. Insyaallah nanti akan kuceritakan apa yang mereka ceritakan dalam persatuan hari ini, syeikh Hasan Khiyami tentang dunia tanpa jarak antara kita dengan orang yang sudah wafat, Syeikh Anas Syarfawi siapa itu manusia.

Oleh Ustadz Fauzan
Read More

Senin, 04 Juni 2018

SEDANG PUASA, BERCUMBU DAN BERCIUMAN. BATALKAH?

Juni 04, 2018


Tarbiyah.Online - Titik kesepakatan ulama dalam hal ini adalah keabsahan puasa seseorang yang dicium atau mencium dan mencumbui istrinya yang tidak membuat spermanya keluar akibat rangsangan yang dirasakannya. Sedangkan bila hal tersebut membuatnya terangsang dan mengakibatkan spermanya keluar maka puasanya menjadi batal. Adapun riwayat dari beberapa sahabat Nabi yang melarang melakukan hal demikian adalah lantaran mempertimbangkan terjerumusnya seseorang pada melakukan yang halal dalam kondisi haram, yakni berhubungan dengan istri di siang Ramadhan.

Berikut keterangan dari beberapa sahabat radhiyallâhu ‘anhum;

Umar Ibn al-Khatthab radhiyallâhu ‘anhu;

إن عاتكة ابنة زيد بن عمرو بن نفيل امرأة عمر بن الخطاب كانت تقبل رأس عمر بن الخطاب وهو صائم فلا ينهاها
Sesungguhnya ‘Atikah bint Zaid Ibn ‘Amr Ibn Nufail, istri Umar Ibn al-Khatthab mencium kepada Umar Ibn al-Khatthab ketika ia sedang berpuasa, dan Umar tidak mencegahnya
(Malik Ibn Anas, al-Muwattha’ bi Riwâyah al-Laytsî, vol.1, hal.292, no.643)

Ali Ibn Abi Thalib karramallâhu wajhah;

عن علي، قال: لا بأس بالقبلة للصائم
Dari Ali, ia berkata bahwa tidak mengapa orang yang berpuasa melakukan ciuman
(Ibn Abi Syaibah, al-Mushannaf, vol.3, hal.59, no.9458)

Aisyah Ummul Mu’minin radhiyallâhu ‘anhâ;

عن أبي النضر مولى عمر بن عبيد الله أن عائشة بنت طلحة أخبرته أنها كانت عند عائشة زوج النبي صلى الله عليه وسلم فدخل عليها زوجها هنالك وهو عبد الله بن عبد الرحمن بن أبي بكر الصديق وهو صائم فقالت له عائشة ما يمنعك أن تدنو من أهلك فتقبلها وتلاعبها؟ فقال: أقبلها وأنا صائم؟ قالت نعم
Dari Abu al-Nadhr (pelayan Umar Ibn Ubaidillah), bahwa Aisyah bint Thalhah mengabarinya bahwa ketika ia bersama Aisyah istri Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam, datanglah suaminya (Abdullah Ibn Abdurrahman Ibn Abi Bakr al-Shiddîq) yang sedang berpuasa. Lalu Aisyah (ummul mu’minin) berkata; Apa gerangan yang membuatmu tidak ingin mendekati istrimu untuk mencium atau bermesraan dengannya? Abdullan menjawab: Apakah saya dapat menciumnya saat puasa? Tentu, jawab Aisyah
(Malik Ibn Anas, al-Muwattha’ bi Riwâyah al-Laytsî, vol.1, hal.292, no.644)

Abu Hurairah, Sa‘d Ibn Abî Waqqâsh dan Sa‘d Ibn Malik radhiyallâhu ‘anhum;

إن أبا هريرة وسعد بن أبي وقاص كانا يرخصان في القبلة للصائم
Sesungguhnya Abu Hurairah dan Sa‘ad Ibn Abi Waqqash membolehkan ciuman bagi orang yang berpuasa
(Malik Ibn Anas, al-Muwattha’ bi Riwâyah al-Laytsî, vol.1, hal.292, no.645)

عن زيد بن أسلم قال: قيل لأبي هريرة: تقبل وأنت صائم؟ قال: نعم، وأكفحها، -يعني يفتح فاه إلى فيها- قال: قيل لسعد بن مالك: تقبل وأنت صائم؟ قال: نعم وأخذ بمتاعها
Dari Zaid Ibn Aslam, ia berkata: Abu Hurairah ditanya: Anda mencium istri ketika puasa? Ia menjawab: Iya, bahkan sama-sama mempertemukan bibir. Zaid Ibn Aslam berkata lagi bahwa Sa‘d Ibn Malik pernah ditanya: Anda mencium istri ketika puasa? Ia menjawab: Iya, saya pun menikmatinya
(Abdurrazzaq, al-Mushannaf, vol.4, hal.185, no.7421)

عن سعيد المقبري أن رجلا سأل أبا هريرة، فقال: رجل قبل امرأته وهو صائم، أأفطر؟ قال: لا، قال: فغيرها؟ قال: فأعرض أبو هريرة
Dari Sa‘id al-Maqbari, suatu ketika seseorang bertanya kepada Abu Hurairah tentang seorang suami yang mencium istrinya apakah batal? Ia menjawab: Tidak. Orang itu bertanya lagi: Bagaimana kalau mencium perempuan yang bukan istri? Maka Abu Hurairah langsung berpaling
(Abdurrazzaq, al-Mushannaf, vol.4, hal.185, no.7422)

Abdullah Ibn Abbas radhiyallâhu ‘anhumâ;

إن عبد الله بن عباس سئل عن القبلة للصائم فأرخص فيها للشيخ وكرهها للشاب
Abdullah Ibn Abbas pernah ditanya tentang ciuman bagi orang yang berpuasa, maka beliau membolehkan bagi orang yang sudah tua dan memakruhkan bagi yang masih muda
(Malik Ibn Anas, al-Muwattha’ bi Riwâyah al-Laytsî, vol.1, hal.293, no.648)

عن عطاء قال سمعت ابن عباس يسئل عن القبلة للصائم فقال: لا بأس بها إن انتهى إليها، فقيل له: أفيقبض على ساقها؟ قال أيضا: اعفوا الصائم لا يقبض على ساقها
Dari ‘Atha’, ia berkata: Aku mendengar Ibn Abbas ditanya tentang ciuman bagi orang yang berpuasa. Ia menjawab: Tidak mengapa (tidak batal) bila hanya sampai disitu saja. Ia ditanya lagi: Apakah boleh memeluk/mengusap betisnya (istri)? Ia menjawab: Hendaklah orang yang berpuasa menahan dirinya, jangan sampai melakukan itu pada betisnya
(Abdurrazzaq, al-Mushannaf, vol.4, hal.184, no.7413)

Abdullah Ibn Umar radhiyallâhu ‘anhuma;

إن عبد الله بن عمر كان ينهى عن القبلة والمباشرة للصائم
Abdullah Ibn Umar melarang berciuman dan bercumbu bagi orang yang sedang berpuasa
(Malik Ibn Anas, al-Muwattha’ bi Riwâyah al-Laytsî, vol.1, hal.293, no.649)
Dan beberapa sahabat lainnya seperti Abdullah Ibn Mas‘ud, Abu Sa‘id al-Khudri, Hudzaifah, dll, radhiyallâhu ‘anhum.

Berikut keterangan ijma‘ ulama mazhab;

Al-Imam Abu al-Hasan Ali Ibn Muhammad Ibn Muhammad Ibn Habib al-Mawardi al-Bashri (w.450H);

أما إن وطئ دون الفرج أو قبل أو باشر فلم ينزل فهو على صومه لا قضاء عليه ولا كفارة، وإن أنزل فقد أفطر ولزمه القضاء إجماعا
Suami yang mencumbui istrinya yang tidak sampai pada berhubungan, ataupun melakukan ciuman dan bermesraan tanpa ada sperma yang keluar, maka puasanya tetap sah, tidak ada yang perlu diqadha, apalagi kafarat. Namun jika spermanya keluar, maka puasanya batal dan wajib diqadha berdasarkan ijma‘
(Al-Mawardi, Al-Hawi al-Kabir Syarh Mukhtashar al-Muzani, vol.3, hal.945)

Al-Imam Abu Muhammad Abdullah Ibn Ahmad Ibn Qudamah al-Maqdisi (w.630H);

ولا يخلو المقبل من ثلاثة أحوال : أحدها أن لا ينزل فلا يفسد صومه بذلك لا نعلم فيه خلافا ... الحال الثاني : أن يمني فيفطر بغير خلاف نعلمه
Ada tiga kondisi yang dapat dialami oleh orang yang melakukan ciuman : (1) Mencium tanpa sampai mengeluarkan sperma, maka puasanya tetap sah tanpa ada perbedaan pendapat yang kami ketahui. (2) Sampai mengeluarkan sperma, maka puasanya batal tanpa ada perbedaan pendapat yang kami ketahui
(Ibn Qudamah, al-Mughni Syarh Mukhtashar al-Kharqî, vol.3, hal.336)

Al-Imam Abu al-Abbas Ahmad Ibn Idris Ibn Abdirrahman al-Qarrafi (w.684H);

لا يعلم خلاف في عدم تحريم المباشرة للانسان امرأته بعد الفجر
Tidak diketahui adanya perbedaan pendapat ulama tentang tidak diharamkannya bercumbu dengan istri setelah fajar
(Al-Qarrafi, al-Dzakhîrah, vol.2, hal.504)

Wallahu a'lam


Read More

Sabtu, 02 Juni 2018

Negeri Syam dan Jejak Wali Abdal (1) Kabar Tentang Keberadaan Para Wali Abdal di Negeri Syam

Juni 02, 2018

Tarbiyah.onlineSalah satu tradisi mubibbin di tanah Syam adalah hadrah, majelis shalawat berjamaah yang dihadiri ulama-ulama dan para wali, dan salah satu majelis hadrah yang paling terkenal adalah majelis Subuh Senin di Jami' Taubah, salah satu mesjid tua di Damaskus. Di zaman ini salah satu ulama yang selalu hadir dimajlis ini adalah Syeikh Syukri al Luhafy, ulama ahli qiraat (ilmu baca Al Quran) beliau juga wali besar negeri Syam.

Dalam satu majlis di Jami Taubah, tidak seperti biasa aku tidak melihat syeikh Syukri al Luhafy didalam lingkaran hadrah, aku tidak percaya beliau tidak hadir di majlis shalawat, karena setahuku beliau tidak pernah absen di seluruh majelis hadrah di Damaskus. Mata ku menyusuri seluruh sudut mesjid, akhirnya aku menemukan beliau sedang bersender di salah satu tiang mesjid, sambil memakai selimut, ternyata beliau sedang sakit parah.

Begitulah ke"gila"an dan rasa cinta kepada baginda Nabi SAW. Walau dalam keadaan sakit parah pun beliau berusaha tetap hadir dimajlis orang-orang yang mengagungkan kekasihnya tersebut. Perlu diketahui saat itu umur beliau sudah hampir seratus tahun, ditambah beliau lagi sakit parah, musim dingin sedang dipuncaknya, dan semua itu terjadi diwaktu subuh. Tapi ini masalah cinta kawan!!! Sulit aku menjelaskannya dengan logika biasa. 

Maqam beliau sebagai ulama besar ini membuat beliau sering ditawarkan untuk memimpin majelis hadrah, tapi beliau selalu menolak karena beliau merasa tidak pantas, beliau lebih memilih berkhidmad, dengan berkeliling dan melayani jamaah hadrah dengan menuangkan air minum untuk mereka, satu persatu dengan tangan beliau sendiri.

Karena keistiqamahan dan kerendahan hati beliau ini, beliau dipercayai sebagai Wali Abdal oleh ulama dan penduduk negeri Syam.

Bagi yang belum tau tentang istilah wali abdal. Kita dengar penjelasan oleh Sayidina Ali karamallahu wajhahu. Suatu hari dalam perang Shiffin penduduk Iraq berkata kasar pada penduduk Syam, lalu sayidina Ali berkata, "Jangan lakukan itu, sesungguhnya saya pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda "wali abdal itu berada di syam, mereka ada 40 orang, ketika satu orang meninggal maka Allah akan mengganti tempatnya dengan orang lain, disebabkan merekalah kalian diturunkan hujan rahmat, karena merekalah kalian dapat mengalahkan musuh, dan karena merekalah penduduk bumi dijauhkan dari marab ahaya.

Dalam hadis lain diriwayatkan dari Abi Darda "bahwasanya para nabi adalah pondasi bumi. Maka dikala masa kenabian telah usai, maka Tuhan mengembankan tugas mereka pada umat Muhammad, yang mendapatkan tugas ini adalah Wali Abdal, mereka bukanlah orang yang banyak berpuasa atau shalat ataupun bertsabih mereka adalah orang-orang yang baik akhlaknya dan wara' (berhati-hati dan menjaga diri), ikhlas niatnya, dan bersih hatinya pada setiap muslim, dan selalu memberi nasihat hanya karena mengharapkan Allah semata.

Dan banyak hadis lain, jika dikumpulkan bisa mencapai derajat Sahih Lighairihi, bagi yang ingin tahu lebih lengkap Imam Suyuthi mengumpulkannya dalam kitab Al hawi lil Fatawa. Bagi yang berniat ziarah ke Syam jangan lupa kunjungi mereka, ambil berkah mereka minta doa dari mereka. 

Oleh Ustadz Fauzan, Mahasiswa Pasca Sarjana asal Aceh di Universitas Auzai, Damaskus, Suriah.
Read More

Kamis, 31 Mei 2018

DAHSYATNYA PERGI KE MASJID 3 AMALAN YANG DIPERBINCANGKAN PARA MALAIKAT

Mei 31, 2018
Tarbiyah.Online -  Masjid adalah tempat ibadah kaum muslimin. Tempat yang menjadi pusat segala kegiatan kaum muslim dalam berubudiyah kepada Allah SWT.

 Al-Imam at-Tirmidzi meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu ahuma, ia berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أَتَانِي اللَّيْلَةَ رَبِّي تَبَارَكَ وَتَعَالَى فِي أَحْسَنِ صُوْرَةٍ قَالَ: أَحْسَبُهُ، قَالَ: فِي الْمَنَامِ، فَقَالَ: يَا مُحَمَّدُ هَلْ تَدْرِي فِيْمَ يَخْتَصِمُ الْمَلأُ اْلأَعْلَى؟ قَالَ: قُلْتُ: لاَ، قَالَ: فَوَضَعَ يَدَهُ بَيْنَ كَتِفَيَّ حَتَّى وَجَدْتُ بَرْدَهَا بَيْنَ ثَدْيَيَّ، أَوْ قَالَ: فِي نَحْرِي، فَعَلِمْتُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي اْلأَرْضِ، قَالَ: يَا مُحَمَّدُ، هَلْ تَدْرِي فِيْمَ يَخْتَصِمُ الْمَلأُ اْلأَعْلَى، قُلْتُ: نَعَمْ، قَالَ فِي الْكَفاَّرَاتِ وَالْكَفَّارَاتُ الْمَكْثُ فِي الْمَسَاجِدِ بَعْدَ الصَّلَوَاتِ وَالْمَشْيُ عَلَى اْلأَقْدَامِ إِلَى الْجَمَاعَاتِ وَإِسْبَاغُ الْوُضُوْءِ فِي الْمَكَارِهِ وَمَنْ فَعَلَ ذَلِكَ عَاشَ بِخَيْرٍ وَمَاتَ بِخَيْرٍ وَكَانَ مِنْ خَطِيْئَتِهِ كَيَوْمِ وَلَدَتْهُ أُمُّهُ
"Malam tadi Rabb-ku datang kepadaku dalam bentuk yang paling indah, aku menyangkan bahwa itu terjadi di dalam mimpi. Kemudian Dia berfirman kepadaku, ‘Wahai Muhammad, apakah engkau tahu apa yang menjadi bahan pembicaraan para Malaikat ?’
Aku menjawab, ‘Aku tidak tahu.’
Lalu Allah meletakkan tangan-Nya di antara kedua pundakku, sehingga aku merasakan dingin di dada atau di dekat tenggorokan, maka aku tahu apa yang ada di langit dan bumi.
Allah berfirman, ‘Wahai Muhammad, tahukah engkau apa yang menjadi bahan pembicaraan para Malaikat?’
Aku menjawab, ‘Ya, aku tahu. Mereka membicarakan al-kafarat.’
Al-kafarat itu adalah: berdiam di masjid setelah shalat, melangkahkan kaki menuju shalat berjama’ah, dan menyempurnakan wudhu’ dalam keadaan yang sangat dingin.
Barangsiapa yang melakukannya, maka ia akan hidup dengan baik dan wafat dengan baik pula, ia akan keluar dari dosa-dosanya seperti pada hari di mana ia dilahirkan dari (rahim) ibunya.” (HR at-Tirmidzi )

Subhanallah. Orang yang selalu pergi ke masjid dijamin hidupnya dalam keadaan baik, wafatnya pun dalam keadaan baik.

Siapakah yang tidak ingin wafat dalam keadaan baik ??
Imam Abu Dawud rahimahullah meriwayatkan dari Abu Umamah radhiallahu anhu, dari Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam, beliau bersabda: “Ada tiga golongan yang semuanya dijamin oleh Allah Ta’ala, yaitu orang yang keluar untuk berperang di jalan Allah, maka ia dijamin oleh Allah hingga Dia mewafatkannya lalu memasukkannya ke dalam Surga atau mengembalikannya dengan membawa pahala dan ghanimah, kemudian orang yang pergi ke masjid, maka ia dijamin oleh Allah hingga Dia mewafatkannya lalau memasukkannya ke dalam Surga atau mengembalikannya dengan membawa pahala, dan orang yang masuk rumahnya dengan mengucapkan salam, maka ia dijamin oleh Allah.” (HR. Abu Dawud)
Dijamin oleh Allah ? Luar biasa.  Lebih dari jaminan hari tua atau jaminan asuransi kesehatan atau jaminan jaminan dunia lainnya. karena itu tak menjamin surga.. harapan seorang mukmin adalah mendapat jaminan dari Allah pencipta alam semesta.
Read More

BATALKAH PUASA SAAT MENGHIRUP POLUSI, DEBU, ATAU DIMASUKI SERANGGA?

Mei 31, 2018

Salah satu pembatal puasa adalah benda yang masuk ke dalam kerongkongan secara disengaja. Namun kemungkinan lain yang bisa terjadi pada seseorang adalah bila dalam kondisi tertentu rongga mulutnya dimasuki oleh benda atau serangga sampai tertelan hingga kerongkongannya disebabkan menguap ataupun sedang membuka mulut saat berkendara lalu tiba-tiba dimasuki oleh serangga, ataupun debu dan asap polusi, maka puasa orang tersebut tidak batal.

Berikut sebagian penjelasan dari riwayat sahabat maupun keterangan ulama mazhab;

Abdullah Ibn ‘Abbas radhiyallâhu ‘anhumâ;

عن ابن عباس في الرجل يدخل حلقه الذباب، قال: لا يفطر

Dari Ibn Abbas, tentang seseorang yang dimasuki serangga pada kerongkongannya. Ibnu Abbas berkata; Puasanya tidak batal
(Ibn Abi Syaibah, al-Mushannaf, vol.3, hal.107, no.9886)

Al-Imam Abu Muhammad Ibn Ali Ibn Ahmad Ibn Sa‘id Ibn Hazm al-Andalusi (w.456H);

وما نعلم لابن عباس في هذا مخالفا من الصحابة رضي الله عنهم إلا تلك الروايات الضعيفة عنه

Kami tidak mengetahui para sahabat lain yang berbeda dengan Ibnu Abbas terkait masalah ini, selain dari riwayat-riwayat dhaif darinya (yang berbicara sebaliknya)
(Ibn Hamz, al-Muhalla Bi al-Atsar, vol.4, hal.350)


Al-Imam Abu Muhammad Abdullah Ibn Ahmad Ibn Qudamah al-Maqdisi (w.630H);

فأما ما حصل منه عن غير قصد كالغبار الذي يدخل حلقه من الطريق ونخل الدقيق والذبابة التي تدخل حلقه أو يرش عليه الماء فيدخل مسامعه أو أنفه أو حلقه أو يلقي في ماء فيصل إلى جوفه أو يسبق إلى حلقه من ماء المضمضة أو يصب في حلقه أو أنفه شيء كرها أو تداوى مأمومته أو جائفته بغير اختياره أو يحجم كرها أو تقبله امرأة بغير اختياره فينزل أو ما أشبه هذا فلا يفسد صومه لا نعلم فيه خلافا لأنه لا فعل له فلا يفطر كالاحتلام

Adapun sesuatu yang terjadi pada orang yang sedang berpuasa tanpa sengaja seperti debu di jalan yang masuk ke dalam kerongkongannya, kabut tepung, dan serangga yang masuk ke dalam kerongkongannya, atau percikan air yang masuk ke dalam pendengaran, hidung, tenggorokan, ataupun dilempar ke dalam air sehingga kerongkongannya dimasuki air, atau juga saat berkumur-kumur, termasuk juga seseorang yang dipaksa memasukkan sesuatu ke dalam kerongkongan dan hidungnya, atau mengobati bolongan pada kepalanya, dan itu semua bukan keinginannya, atau berbekam karena terpaksa, atau bahkan dicium oleh seorang perempuan tanpa kehendaknya sehingga maninya keluar, dan lain sebagainya, maka puasanya tidak batal. Kami pun tidak mengetahui adanya perbedaan pendapat dalam hal ini, karena sejatinya itu bukan perbuatannya sehingga puasanya tidak batal, sama halnya dengan orang yang mimpi hingga keluar mani
(Ibn Qudamah, al-Mughni Syarh Mukhtashar al-Kharqi, vol.3, hal.36)

Wallahu A’lam
Read More

PUASA ORANG YANG BERHADAS BESAR HINGGA TERBIT FAJAR

Mei 31, 2018
Tarbiyah.Online - Status puasa orang yang berjunub sebelum fajar, kemudian bersuci setelah fajar tidak batal sebagaimana hal tersebut pernah dialami oleh Nabi Muhammad shallallâhu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya radhiyallâhu ‘anhum.
Berikut riwayat dari istri Nabi Muhammad shallallâhu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya;

Aisyah dan Ummu Salamah radhiyallâhu ‘anhumâ;

عن عائشة وأم سلمة زوجي النبي صلى الله عليه وسلم أنهما قالتا: إن كان رسول الله صلى الله عليه وسلم ليصبح جنبا من جماع غير احتلام ثم يصوم

Dari Aisyah dan Ummu Salamah, para istri Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam, keduanya berkata; Rasulullâh shallallâhu ‘alaihi wa sallam pernah bangun subuh dalam keadaan junub setelah jima‘, kemudian beliau tetap berpuasa
(Malik Ibn Anas, Al-Muwattha’ Bi Riwâyah al-Laytsî, vol.1, hal.291, no.640)

Abdullah Ibn Mas‘ud radhiyallâhu ‘anhu;

عن ابن سيرين أن ابن مسعود قال: ما أبالي أن أصيب امرأتي ثم أصبح جنبا ثم أصوم، أتيت حلال

Dari Ibn Sirin, bahwa Ibnu Mas‘ud pernah berkata; Tidak masalah bila aku berjima dengan istriku lalu bangun subuh dalam keadaan junub lantas aku tetap berpuasa. Yang aku lakukan itu halal
(Abdurrazzaq, al-Mushannaf, vol.4, hal.181, no.7401 & Ibn Abi Syaibah, al-Mushannaf, vol.3, hal.82, no.9676)

Abu Darda’ radhiyallâhu ‘anhu;

عن أبي قلابة قال: جاء رجل إلى أبي الدرداء، فقال: إني أصبت أهلي ثم غلبتني عيني حتى أصبحت وأنا أريد الصيام، فقال أبو الدرداء: أتيت امرأتك وهي تحل لك ثم غلبت على نفسك ثم رد الله نفسك فصليت حين عقلت وصمت حين عقلت

Dari Abu Qilabah, ia berkata: Seseorang mendatangi Abu Darda’ dan mengadu: Aku berjima dengan istriku lalu tertidur hingga subuh pun tiba, sementara saya ingin berpuasa. Abu Darda’ menjawab: Kamu berjima dengan istrimu dan dia memang halal bagimu, lalu tertidur, kemudian Alah bangunkan, maka kamu dapat shalat ketika telah sadar, dan dapat berpuasa bila telah sadar
(Abdurrazzaq, al-Mushannaf, vol.4, hal.181, no.7403)

Abdullah Ibn Umar
radhiyallâhu ‘anhumâ;

عن نافع قال: لو أذن المؤذن وعبد الله بين رجلي امرأته وهو يريد الصيام لأتم صيامه

Dari Nafi‘, ia berkata: Bila azan berkumandang, dan Abdullah dalam keadaan junub, sementara ia ingin berpuasa, pasti ia tetap menyempurnakan puasanya
(Abdurrazzaq, al-Mushannaf, vol.4, hal.181, no.7404 & Ibn Abi Syaibah, al-Mushannaf, vol.3, hal.82, no.9677)

Abu Hurairah, Zaid Ibn Tsabit, Abdullah Ibn Abbas radhiyallâhu ‘anhum;

عن أبي هريرة وزيد بن ثابت وابن عباس في الرجل يصبح وهو جنب، قالوا: يمضي على صومه

Pandangan Abu Hurairah, Zaid Ibn Tsabit dan Ibn Abbas tentang seseorang yang bangun dalam keadaan junub adalah tetap melanjutkan puasanya
(Ibn Abi Syaibah, al-Mushannaf, vol.3, hal.81, no.9668) 

Berikut ada keterangan Ijma‘ oleh para ulama mazhab

Al-Imam Abu al-Hasan Ali Ibn Khalaf Ibn Abdil Malik Ibn Batthal al-Qurthubi (w.449H);

وأجمع فقهاء الأمصار على الأخذ بحديث عائشة وأم سلمة فيمن أصبح جنبًا أنه يغتسل ويتم صومه

Dan ulama fikih belahan dunia telah ijma‘ menerapkan hadis riwayat Aisyah dan Ummu Salamah tentang orang yang masih berjunub setelah fajar untuk melakukan mandi janabah dan menyempurnakan puasanya
(Ibn Batthal, Syarh Shahih al-Bukhari, vol.4, hal.49)

Al-Imam Abu al-Hasan Ali Ibn Muhammad Ibn Muhammad Ibn Habib al-Mawardi (w.450H);

أما من يصبح جنبا من احتلام فهو على صومه إجماعا

Adapun orang bangun dalam keadaan junub karena mimpi tetap dalam keadaan puasa berdasarkan ijma‘
(Al-Mawardi, al-Hawi al-Kabir Syarh Mukhtashar al-Muzani, vol.3, hal.892)

Al-Imam Abu Bakr Muhammad Ibn Abdullah Ibn Muhammad al-Ma‘afiri Ibn al-‘Arabi (w.543H);

إذا جوزنا له الوطء قبل الفجر ففي ذلك دليل على جواز طلوع الفجر عليه، وهو جنب؛ وذلك جائز إجماعا، وقد كان وقع فيه بين الصحابة رضوان الله عليهم أجمعين كلام، ثم استقرّ الأمر على أنه من أصبح جنبا فإن صومه صحيح

Bila kita membolehkan seseorang berhubungan sebelum fajar, artinya bisa jadi dia masih dalam keadaan junub setelah fajar, dan memang itu tidak mengapa berdasarkan ijma‘. Hal ini sempat jadi perbincangan para sahabat radhiyallâhu ‘anhu, kemudian pada akhirnya menjadi ketetapan bahwa orang yang masih membawa junub pada paginya maka puasanya tetap sah
(Ibn al-‘Arabi, Ahkam al-Qur’an, vol.1, hal.179)

Al-Imam Abu Bakr Ibn Mas‘ud Ibn Ahmad al-Kasani (w.587H);

ولو أصبح جنبا في رمضان فصومه تام عند عامة الصحابة مثل علي وابن مسعود وزيد بن ثابت وأبي الدرداء وأبي ذر وابن عباس وابن عمر ومعاذ بن جبل رضي الله تعالى عنهم

Kalau seseorang pada pagi Ramadhan masih dalam keadaan junub, maka puasanya tetap sah menurut para sahabat seperti Ali, Ibn Mas‘ud, Zaib Ibn Tsabit, Abu Darda’, Abu Dzar, Ibn Abbas, Ibn Umar, Mu‘adz Ibn Jabal radhiyallâhu ‘anhum
(Al-Kasani, Badai‘ al-Shanâi‘ Fi Tartib al-Syarai‘, vol.2, hal.92)

Al-Imam Abu Muhammad Abdullah Ibn Ahmad Ibn Qudamah al-Maqdisi (w.630H);

وجملته أن الجنب له أن يؤخر الغسل حتى يصبح ثم يغتسل ويتم صومه في قول عامة أهل العلم منهم علي وابن مسعود وزيد وأبو الدرداء وأبو ذر وابن عمر و ابن عباس وعائشة وأم سلمة رضي الله عنهم

Pada intinya, berdasarkan pendapat para ulama (baca: para sahabat) seperti Ali Ibn Mas‘ud, Zaid, Abu Darda’, Abu Dzar, Ibn Umar, Ibn Abbas, Aisyah, Ummu Salamah radhiyallâhu ‘anhum bahwa orang yang berjunub boleh mengundur mandinya hingga subuh, kemudian ia mandi lalu menyempurnakan puasanya
(Ibn Qudamah, Al-Mughni Syarh Mukhtashar al-Kharqi, vol.3, hal.78)

Al-Imam Abu Zakariya Yahya Ibn Syaraf al-Nawawi (w.676H);

فقد أجمع أهل هذه الأمصار على صحة صوم الجنب سواء كان من احتلام أو جماع وبه قال جماهير الصحابة والتابعين

Para ulama negeri-negeri muslim telah ijma‘ mengenai sahnya puasa orang yang membawa junub, baik akibat mimpi maupun akibat berjima. Pandangan ini juga disepakati oleh jumhur para sahabat dan tabi‘in
(Al-Nawawi, Syarh Shahih Muslim, vol.7, hal.222)
إذا جامع في الليل وأصبح وهو جنب صح صومه بلا خلاف عندنا، وكذا لو انقطع دم الحائض والنفساء في الليل فنوتا صوم الغد ولم يغتسلا صح صومهما بلا خلاف عندنا وبه قال جمهور العلماء من الصحابة والتابعين ومن بعدهم
Apabila seseorang berhubungan pada malam hari, lalu bangun pagi dalam keadaaan junub, maka menurut kami puasanya tetap sah tanpa ada perbedaan pendapat di dalamnya. Sama halnya dengan wanita yang berhenti haid dan nifas di malam hari, lalu berniat puasa untuk besok sedangkan mereka belum mandi, maka menurut kami puasanya juga sah tanpa ada perbedaan pendapat di dalamnya. Pandangan ini juga disepakati oleh para sahabat, tabi‘in dan generasi setelah mereka
(Al-Nawawi, al-Majmu‘ Syarh al-Muhadzzab, vol.6, hal.307)
 
Al-Imam Abu al-Fath Muhammad Ibn Ali Ibn Wahb Ibn Muthi‘ Ibn Daqiq al-‘Id (w.702H);

واتفق الفقهاء على العمل بهذا الحديث وصار ذلك إجماعا أو كالإجماع

Para fuqaha telah menyepakati untuk mengamalkan hadis ini, sehinggi hal itu menjadi ijma‘ atau seperti ijma‘
(Ibn Daqiq al-‘Id, Ihkam al-Ahkam Syarh ‘Umdah al-Ahkam, hal.270. Hadis yang dimaksud adalah hadis riwayat dari istri-istri Nabi terkait beliau bangun setelah fajar dalam keadaan junub dan melanjutkan puasanya).

Wallahu A‘lam
Oleh Ustad Ashfi Bagindo Pakiah
Read More