Fiqh Puasa | Bulan Ramadhan merupakan bulan untuk menahan diri dari hal yang dilarang dalam syariat. Tidak hanya hal yang dilarang pada bulan selain Ramadhan, beberapa perkara mubah bahkan sunnah pun terlarang dan menyebabkan batalnya puasa. Salah satunya diantaranya yang membatalkan puasa adalah jima’ (bersetubuh) dengan istri. Adakah itu sampai keluar mani atau tidak. Demikian juga jika sengaja mengeluarkan mani, baik itu dengan cara masturbasi, bercumbu rayu dengan istri tanpa penghalang atau cara lainnya. Istimna’ atau dalam bahasa kita biasa disebut dengan onani atau masturbasi saat puasa menyebabkan puasa batal.
Dalam kitab al-Fiqh al-Manhaji karya Musthafa Khan dan Musthafa al-Bugha disebutkan bahwa onani saat puasa dapat membatalkan puasa jika disengaja.
الاستمناء: وهو استخراج المني بمباشرة تقبيل ونحوه، أو بواسطة اليد، فإن تعمد ذلك الصائم أفطر. أما إن غلب على أمره فلا يفطر.
“Istimna’ (onani) adalah berusaha mengeluarkan mani secara langsung atau dengan tangan. Jika dilakukan secara sengaja oleh orang yang berpuasa, maka membatalkan puasa. Adapun jika tidak disengaja, maka tidak membatalkan puasa.”
Dalam I’anatut Thalibin, Syekh Abu Bakar Syatha juga menjelaskan bahwa melakukan onani saat puasa itu termasuk hal yang membatalkan puasa sebagaimana keterengan berikut.
ويفطر باستمناء، وهو استخراج المني بغير جماع – حراما كان كإخراجه بيده، أو مباحا كإخراجه بيد حليلته أو بلمس لما ينقض لمسه بلا حائل
“Puasa itu batal sebab melakukan onani, yaitu berusaha mengeluarkan mani tanpa melalui jimak atau hubungan intim. Adakah itu onani yang memang haram, seperti mengeluarkan mani dengan cara menggerakkan kemaluan dengan tangannya sendiri, atau onani yang mubah, seperti meminta tolong istri melakukan onani dengan tangan istri. Atau juga hanya dengan sekedar menyentuh kulit seseorang yang membatalkan wudhu bila persentuhannya tanpa penghalang (maninya keluar).”
Sementara itu, keluar mani dengan tidak sengaja karena menghayal, bercumbu rayu dengan istri menggunakan penghalang (berpakaian) dan keluar mani karena bermimpi saat tidur, maka itu tidak membatalkan puasa, karena tidak terdapat unsur kesengajaan di dalamnya. Dan keluarnya mani adalah hal yang berada diluar kemampuannya.
Sebagaimana tersebut dalam kitab Hasyiah Syarqawi Ala Tahrir: 1/435: “Walhasil bahwa mengeluarkan mani secara muthlak dan keluar mani dengan menyentuh tanpa penghalang, sekalipun tanpa syahwat dikala terjaga (tidak tidur), adalah membatalkan puasa. Lain halnya kalau keluar mani pada saat tidur (bermimpi), menghayal bersentuhan dengan ada penghalang, maka sesungguhnya tidak membatalkan puasa walaupun dengan syahwat.”
Wallahu a'lam bis shawab.
Tgk. Helmi Abu Bakar El-Lamkawi, Guru Dayah MUDI Mesjid Raya Samalanga