Pada bagian ini dijelaskan tentang waktu
berbuka, konsekuensi bila terlanjur berbuka karena mengira matahari telah
tenggelam, dan anjuran menyegerakan berbuka meskipun hanya seteguk air maupun
sebiji kurma sebelum shalat. Karena mengulur waktu berbuka ternyata juga sebuah
kebiasaan kaum yahudi dalam pelaksaan puasa dalam ajaran mereka dengan dalih
bersabar untuk mengulur waktu (taswîf) dari menyantap perbukaan dan
mendahulukan ibadah, padahal berbuka itu sendiri juga merupakan ibadah bagi
orang yang berpuasa.
Berikut adalah riwayat beberapa sahabat radhiyallâhu ‘anhum tentang waktu berbuka ;
Berikut adalah riwayat beberapa sahabat radhiyallâhu ‘anhum tentang waktu berbuka ;
1. Umar Ibn al-Khatthab radhiyallâhu
‘anhu ;
عن خالد بن أسلم :أن عمر بن الخطاب أفطر ذات
يوم في رمضان في يوم ذي غيم ورأى أنه قد أمسى وغابت الشمس فجاءه رجل فقال يا أمير
المؤمنين طلعت الشمس، فقال عمر : الخطب يسير وقد اجتهدنا. قال مالك يريد بقوله
"الخطب يسير" القضاء فيما نرى والله أعلم
“Dari Khâlid Ibn Aslam bahwa Umar Ibn
al-Khatthab pernah berbuka ketika mendung di sore bulan Ramadhan karena melihat
saat itu sudah sore dan matahari sudah tenggelam. Lalu datanglah seseorang
mengabarkan bahwa matahari muncul. Umar pun berkata : Baik, perkaranya
sederhana, dan kita pun hanya berijtihad”. Imam Malik menjelaskan, yang
kami pahami dari perkataan Umar “al-Khathbu Yasîr” adalah puasa hari itu
dapat diqadha, Wallahâhu A‘lam.
(Malik Ibn Anas, al-Muwattha’
Bi Riwâyah al-Laytsî, No.670)
عن بشر بن قيس قال : كنا عند عمر بن الخطاب
في رمضان والسماء مغيمة فأتي بسويق وطلعت الشمس فقال من أفطر فليقض يوما مكانه
“Dari Bisyr Ibn Qays, ia berkata : Kami
pernah bersama Umar Ibn al-Khatthab pada bulan Ramadhan dengan cuaca mendung
(pada sore hari), lalu bubur gandum pun dihidangkan, dan ternyata matahari
terlihat, maka Umar berkata ; Siapa yang terlanjur berbuka hendaklah dia
mengqadha puasanya di hari lain”
(Abdurrazzaq,
al-Mushannaf, vol.4, hal.178)
عن سعيد بن المسيب، قال: كان عمر يكتب إلى
أمرائه أن لا تكونوا من المسوّفين لفطركم، ولا تنتظروا بصلاتكم اشتباك النجوم
“Dari Sa‘îd Ibn al-Musayyab, ia berkata
; Umar pernah menulis surat kepada para gubernurnya agar jangan menjadi orang
yang suka mengulur-ulur berbuka dan jangan menunggu bintang tampak terlebih
dahulu karena melakukan shalat”
(Ibn Abi Syaibah, al-Mushannaf,
vol.3, hal.12)
2. Ali Ibn Abi Thalib radhiyallâhu
‘anhu ;
كان علي بن أبي طالب يقول لابن النبّاح: غربت
الشمس؟ فيقول: لا تعجل، فيقول: غربت الشمس؟ فيقول: لا تعجل، فيقول: غربت الشمس؟
فإذا قال: نعم، أفطر، ثم نزل فصلى
“Ali Ibn Abi Thalib pernah bertanya
kepada Ibn al-Nabbâh ; Apakah matahari telah tenggelam? Ibn al-Nabbâh menjawab
; Tidak perlu buru-buru. Ali bertanya lagi ; Apakah matahari telah tenggelam?
Ibn al-Nabbâh menjawab lagi ; Tidak perlu buru-buru. Ali bertanya lagi ; Apakah
matahari telah tenggelam? Bila ia menjawab sudah, maka Ali pun berbuka,
kemudian turun untuk shalat”
(Ibn Abi Syaibah,
al-Mushannaf, vol.3, hal.13. Ibn al-Nabbâh adalah ‘Âmir Ibn al-Nabbâh, muadzzin
Ali Ibn Abi Thalib)
3. Abdullah Ibn Abbas radhiyallâhu
‘anhumâ;
عن أبي جمرة الضبعي أنه كان يفطر مع ابن عباس
في رمضان، فكان إذا أمسى بعث ربيبة له تصعد ظهر الدار، فإذا غابت الشمس أذن، فيأكل
ونأكل، فإذا فرغ أقيمت الصلاة فيقوم يصلي ونصلي معه
“Dari Abu Jamrah al-Dhuba‘i, ia pernah
berbuka puasa Ramadhan bersama Ibn ‘Abbas. Ketika telah sore, Ibn ‘Abbas
meminta asuhannya menaiki atap rumah untuk melihat apakah matahari telah
terbenam. Bila terbenam maka ia mengumandangkan azan. Kemudian Ibnu Abbas makan,
dan kami pun ikut makan. Bila makan telah selesai, iqamah pun dilaksanakan, dan
kami ikut shalat dengannya”
(Ibn Abi Syaibah, al-Mushannaf,
vol.3, hal.12)
4. Abu Musa al-Asy‘rî radhiyallâhu
‘anhu ;
قال رجل لعمار بن ياسر: إن أبا موسى قال: لا
تفطروا حين تبدو الكواكب، فإن ذلك فعل اليهود
“Seseorang berkata kepada ‘Ammâr Ibn
Yâsir bahwa Abû Mûsa pernah berkata ; Janganlah kalian mulai berbuka hingga
menunggu bintang terlihat, karena itu adalah kebiasaan orang-orang yahudi”
(Ibn Abi Syaibah, al-Mushannaf,
vo.3, hal.12)
5. Abu Darda’ radhiyallâhu ‘anhu
;
عن أبي الدرداء قال : ثَلاث من أخلاق النبيين
التبكير في الإفطار، والإبلاغ في السحور، ووضع اليمين على الشمال في الصلاة
“Dari Abu Darda’, ia berkata ; tiga hal
yang merupakan akhlak para nabi ; menyegerakan berbuka, mengakhirkan sahur, dan
meletakkan (tangan) kanan di atas tangan kiri dalam shalat”
(Ibn Abi Syaibah, al-Mushannaf,
vol.3, hal.13)
Berikut kutipan statement Ijma’ ulama
tentang waktu berbuka;
Al-Imam Abu al-Hasan Ali Ibn Khalaf Ibn
Abdil Malik Ibn Batthal (w.449H);
أجمع العلماء أنه إذا غربت الشمس فقد حل فطر
الصائم، وذلك آخر النهار وأول أوقات الليل
“Para ulama berijma’ bahwa apabila
matahari telah tenggelam maka telah halal berbuka, itulah waktu akhir siang dan
awal waktu malam”
(Ibn Batthal, Syarh
Shahîh al-Bukhârî, vo.4, hal.102)
Al-Imam Abu Muhammad Ibn Ali Ibn Ahmad Ibn
Sa‘id Ibn Hazm al-Andalusi (w.456H);
واتفقوا على أن كل ذلك حلال من غروب الشمس
إلى مقدار ما يمكن الغسل قبل طلوع الفجر الآخر
“Mereka sepakat bahwa itu semua halal
semenjak matahari terbenam hingga kira-kira cukup waktu untuk mandi sebelum
terbit fajar shadiq”
(Ibn Hazm, Marâtib
al-Ijmâ‘, hal.39)
Al-Imam Abu ‘Amr Yusuf Ibn Abdillah Ibn
Muhammad Ibn Abdil Barr al-Qurthubi (w.463H);
والنهار الذي يجب صيامه من طلوع الفجر إلى
غروب الشمس، على هذا إجماع علماء المسلمين فلا وجه للكلام فيه
“Waktu siang yang wajib berpuasa padanya
adalah semenjak terbit fajar hingga terbenam matahari, ini berdasarkan ijma’
ulama kaum muslimin, sehingga tidak perlu diperdebatkan”
(Ibn Abdil Barr, Al-Tamhîd
Limâ Fî al-Muwattha’ Min al-Ma‘ânî wa al-Asânîd, vol.10, hal.62)
Al-Imam Abu al-Fadhl Ahmad Ibn Ali Ibn
Hajar al-‘Asqalani (w.852H);
واتفق العلماء على أن محل ذلك إذا تحقق غروب
الشمس بالرؤية أو بأخبار عدلين
“Dan para ulama sepakat bahwa waktu
berbuka adalah bila telah dipastikan matahari terbenam, baik dengan cara
melihatna maupun dengan kabar dari dua orang adil”
(Ibn Hajar
al-‘Asqalani, Fath al-Bârî Bi Syarh Shahîh al-Bukhârî, vol.4, hal.199).
Wallahu a’lam