Pada bagian ini, kesepakatan ulama dalam
persoalan niat berpuasa wajib adalah dari segi waktu pelaksaannya, yaitu di
malam hari. Bukan dari segi pelaksanaannya setiap malam atau cukup satu kali,
karena di dalam mazhab maliki diriwayatkan bahwa niat puasa Ramadhan dianggap
sah bila dilakukan di malam pertama bulan Ramadhan tanpa harus berniat di
setiap malamnya. Titik sepakatnya adalah pelaksaannya di malam hari. Kemudian
hal lain yang disepakati dalam persoalan niat puasa disini adalah statusnya
sebagai penentu keabsahan puasa seseorang, baik niat itu dianggap rukun puasa
oleh sebagian mazhab maupun dianggap syarat oleh mazhab lainnya.

Berikut kutipan urgensi niat dari beberapa
sahabat radhiyallâhu ‘anhum;
Abdullah Ibn Umar radhiyallâhu ‘anhumâ;
لا يصوم إلا من أجمع الصيام قبل الفجر
“Tidak sah puasa -wajib- orang yang tidak
meniatkannya sebelum fajar”
(Malik Ibn Anas, al-Muwattha’
Bi Riwâyah al-Syaibânî, no.371, ... Bi Riwâyah al-Laytsî, no.633)
عن عائشة وحفصة زوجي النبي صلى الله عليه
وسلم بمثل ذلك
“Dari Aisyah dan Hafshah –dua Istri Nabi
shallallâhu ‘alaihi wa sallam- dengan riwayat sama”
(Malik Ibn Anas, al-Muwattha’
Bi Riwâyah al-Laytsî, no.633)
Ummul Mu’minîn Hafshah bint Umar Ibn
al-Khatthâb radhiyallâhu
‘anhumâ;
عن حفصة، أنها قالت: لا صيام لمن لم يجمع
الصيام قبل الفجر
“Dari Hafshah, ia berkata; Tidak sah
puasa orang yang tidak meniatkannya sebelum fajar”
(Ibnu Abi Syaibah, al-Mushanaf,
vol.3, hal.32)
Berikut nukilan keterangan ijma’ oleh para
ulama;
Al-Imam Abu Zur‘ah
Waliyyudin Ahmad Ibn Abdurrahim Ibn al-Husain al-Kurdi al-‘Iraqi (w.826H);
وقد أجمعوا على وجوب النية فيه
“Dan mereka berijma‘ bahwa wajib berniat
saat itu (sebelum fajar)”
(Abu Zur‘ah, Tharh
al-Tatsrîb Fî Syarh Taqrîb al-Asânîd wa Tartîb al-Masânîd, vol.2, hal.12)
Al-Imam Abu Bakr
Muhammad Ibn Ibrahim Ibn al-Mundzir al-Naisaburi (w.319H);
وأجمعوا على أن من نوى الصيام كل ليلة من
الصيام شهر رمضان فصام أن صومه تام
“Dan mereka berijma‘ bahwa orang yang
berniat puasa setiap malam Ramadhan, lalu puasa itu dilaksanakannya maka
puasanya sempurna”
(Ibn al-Mundzir, al-Ijmâ‘,
hal.48)
Al-Imam Abu al-Hasan
Ali Ibn Khalaf Ibn Abdil Malik Ibn Batthal (w.449H);
إجماع الجميع من أهل العلم على أن المرء قد
يكون مفطرًا بترك العزم على الصوم من الليل مع تركه نية الصوم نهاره أجمع، وإن لم
يأكل ولم يشرب
“Berdasarkan ijma‘ seluruh ulama bahwa
seseorang dinggap telah berbuka disebabkan tidak berkeinginan berpuasa semenjak
malam harinya serta tidak berniat di malam harinya untuk puasa di siang harinya
meskipun dia sama sekali tidak makan dan tidak minum”
(Ibn Batthal, Syarh
Shahîh al-Bukhârî, vol.4, hal.102)
Al-Imam Abu Muhammad
Ibn Ali Ibn Ahmad Ibn Sa‘id Ibn Haz al-Andalusi (w.456H);
قد صح الإجماع على أن من صام ونواه من الليل
فقد أدى ما عليه، ولا نص ولا إجماع على أن الصوم يجزئ من لم ينوه من الليل
“Jelas ada ijma‘ bagi orang yang berniat
puasa di malam hari maka dia telah menunaikan kewajibannya, dan tidak ada nash
maupun ijma‘ yang menetapkan bahwa puasa –wajib- orang yang tidak berniat di
malam hari dianggap sah”
(Ibn Hazm, al-Muhallâ,
vol.6, hal.160)
Al-Imam Abu Muhammad
Abdullah Ibn Ahmad Ibn Qudamah al-Maqdisi (w.620H);
وجملته أنه لا يصح صوم إلا بنية إجماعا فرضا
كان أو تطوعا لأنه عبادة محضة فافتقر إلى النية كالصلاة
“Dari itu semua, tidak sah puasa tanpa
niat berdasarkan ijma‘, baik puasa fardhu maupun puasa sunnat, karena puasa itu
adalah ibadah mahdhah yang membutuhkan niat sebagaimana shalat”
(Ibn Qudamah, al-Mughni
Syarh Mukhtashar al-Imâm Abî al-Qâsim al-Kharqî, vol.3, hal.17)
Al-Imam Abu Zakariya
Yahya Ibn Syaraf al-Nawawi (w.676H);
تبييت النية شرط في صوم رمضان وغيره من الصوم
الواجب فلا يصح صوم رمضان ولا القضاء ولا الكفارة ولا صوم فدية الحج غيرها من
الصوم الواجب بنية من النهار بلا خلاف
“Berniat di malam hari adalah syarat
dalam puasa Ramadhan dan puasa wajib lainnya, sehingga tidak ada perbedaan
pendapat ulama bila puasa Ramadhan, puasa qadha’, puasa kaffarat, puasa fidyah
haji dan puasa wajib lainnya diniatkan di siang hari”
(al-Nawawi, al-Majmû‘
Syarh al-Muhadzzab, vol.6, hal.289-290).
Wallâhu A‘lam