Tarbiyah.online | Setelah meninggalnya sang kakek Abbdul Mutthalib, tongkat kepemimpinan Bani Hasyim, berpindah kepada paman Muhammad, saudara kandung dari Abdullah, ayahnya, Abu Thalib.
Muhammad kecil mendapatkan
perhatian yang luar biasa dari Abu Thalib dan istrinya, Fathimah binti Asad.
Kecintaan keduanya kepada Muhammad dicurahkan sebagaimana rasa cinta yang mereka curahkan
kepada anak-anaknya yang lain. Bahkan Fathimah merasakan cinta yang lebih ia
curahkan kepada Muhammad.
Si kecil Muhammad mendapatkan sosok ibu
pada diri Fathimah sang Bibi. Bahkan di suatu waktu dengan polosnya Muhammad kecil
memanggil Fathimah dengan sebutan ibu, bukan bibi. Terkejut Fathimah mendengarnya.
Disatu sisi, ia memandang si kecil dengan rasa penuh iba, megingat si kecil
yang tidak merasakan kasih sayang seorang ibu secara cukup.
Namun, di sisi lain dalam benaknya ia meerasakan kebahagiaan yang sangat mendalam. Seolah ada sejuta cahaya kebagiaan yang yang keluar dibalik panggilan itu melalui mulut mungil si kecil Muhammad yang sangat mulia itu. Ia mendekat kearah Muhammad kecil dan mendekapnya, menciuminya dengan penuh kasih sayang. Panggilan "ibu" yang dilontarkan dari si kecil berasa lebih berarti dan membuatnya bahagia, bahkan melebihi rasa yang didapat ketika anak-anaknya memanggilnya dengan sebutan ibu.
Namun, di sisi lain dalam benaknya ia meerasakan kebahagiaan yang sangat mendalam. Seolah ada sejuta cahaya kebagiaan yang yang keluar dibalik panggilan itu melalui mulut mungil si kecil Muhammad yang sangat mulia itu. Ia mendekat kearah Muhammad kecil dan mendekapnya, menciuminya dengan penuh kasih sayang. Panggilan "ibu" yang dilontarkan dari si kecil berasa lebih berarti dan membuatnya bahagia, bahkan melebihi rasa yang didapat ketika anak-anaknya memanggilnya dengan sebutan ibu.
Hari terus berlalu, Muhammad
kecil ikut merasakan pengawasan Fathimah kepadanya tak pernah absen meskipun
sehari. Dan Fathimah merasakan kecemasan ketika melihat perubahan pada sikap
Muhammad kecil yang sering menyendiri, sering murung dan lebih pendiam. Seolah
Muhammad kecil sedang memikirkan suatu hal yang sangat besar, namun mulutnya
terkunci untuk menceritakan apa yang ada di benaknya. Fathimah takut
kalau-kalau, penyakit aneh tertimpa kepada Muhammad kecil yang sangat
dicintainya.
Fathimah yang semakin cemas,
melaporkan kepada sang suami, Abu Thalib. Abu Thalib pun ikut memperhatikan
Muhammad kecil, dan mencoba mereka-mereka, apa masalah yang sedang dipikirkan
dan dihadapi oleh si kecil, namun mentok, mereka berdua tak mampu
menjangkaunya. Hanya saja, dengan epenuh keyakinan dan harapan Abu Thalib
berujar kepada istrinya,” Biarkan saja dia, Tuhan pasti akan menjaganya.” Dan
ucapan itu terus menerus keluar dari mulut sang paman ketika istrinya
mengadukan hal yang sama.
Muhammad merasakan bahwa dirinya
selalu diawasi dan dijaga oleh Allah SWT. Yang merupakan salah satu tanda
kenabian. Pernah ia diajak kepada berhala oleh paman-paman dan bibi-bibinya. Tapi
ia selalu menolak. Hingga pada sebuah kesempatan dan momentum upacara “Bawwanah”
sebuah berhala yang besar dan sangat dihormati oleh kaum Qurais dimana mereka
akan melakukan ritual, dan meditasi sepanjang hari disana. Muhammad tak bisa
menolak untuk menghadirinya, hingga ia pun ikut ke dalam kerumunan
tersebut. Disinilah Muhammad mengalah
kepada para paman dan bibi-bibinya.
Di tengah kekhusyukan orang-oarng
dewasa, terdapat anak-anak yang tidak penurut. Sebagaimana umumnya dunia
anak-anak, mereka lebih banyak memilih melakukan permainan daripada ikut dalam
upara. Muhammad pun menghilang dari kerumunan orang yang beribadat itu bersama
banyaknya anak-anak yang berlarian kesana kemari. Bahkan Abu Thalib dan
istrinya melihat Muhammad tak ada bersama kerumunan anak-anak. Pecah hati sang
paman dan bibinya. Mereka keluar berhamburan mencari Muhammad kecil. Ditemukan
si kecil sedang bersembunyi di salah satu sudut rumah dalam keadaan gemetar dan
sangat ketakutan.
Bibi dan pamannya menanyakan ada
apa gerangan hingga Muhammad demikian. Dijawab olehnya “Setiap aku mendekat ke
salah satu berhala itu, ada sosok dengan jubah putih menghadang ku, dan berkata
agar aku tidak kearah berhala itu. Ketika aku mendekati Bawwanah, ia menegah ‘Awas
di belakang mu, Muhammad jangan sentuh itu’.”
Terdiam dan terkagum paman dan
bibinya mendengar penuturan dan pengakuan Muhammad kecil. Mereka sadar, bahwa
terdapat ribuan misteri di belakang si kecil, dan dia memiliki sesuatu yang
sangat istimewa. Sejak saat itu, Muhammad tak pernah lagi diajak menuju tempat
berhala, dan semua bibi-bibinya tak berani lagi mengusiknya.
Hal lain yang mereka saksikan
adalah Muhammad tidak memakan bahkan menyentuh pun tidak jika makanan dan
daiging hewan kurban yang disembelih sebagai sesaji dan sesembahan kepada
berhala. Ini membuat meereka semua takjub, memngingat usia Muhammad yang masih
sangat belia. Dan membuat mereka menyadari Muhammad yang bersamanya, bukanlah
orang sembarangan.




