Tarbiyah.Online - Banyak orang masih menyepelekan ilmu terkait shalat. Bahkan tidak
sedikit dari teman-teman bahkan orangtua kita yang mencukupkan ilmu perihal
shalat dengan hanya belajar shalat di masa kecil dengan sekedar mengetahui
gerakan dan jenis bacaannya saja.
Untuk penyempurnaan gerakan sering diabaikan. Demikian halnya
dengan penyempurnaan bacaan. Maka dari itu, sering kita dapati orang yang
shalat, tapi tidak menggerakkan mulutnya pada saat membaca do'a dalam shalat.
Bacaan-bacaan shalat yang dimulai dari Takbiratul Ihram hingga Salam berlalu
dalam hati saja. Selebihnya hanya gerakan. Maka yang tampak adalah gerakan
kosong sahaja.
Dalam mazhab imam Syafi'i terkait dengan fiqh shalat, yaitu
hukum-hukum dan taga laksana shalat. Dari 13 rukun (wajib dikerjakan dalam
shalat) terdapat 5 rukun qauli dalam satu shalat. Bermakna wajib dibaca dan
dilafalkan dengan lidah dan mulut yang dibatasi sekedar terdengar oleh telinga
sendiri (jika dalam keadaan sunyi) atau disebut juga pelafalan secara sirr.
Ketika dikatakan qauli, maka otomatis bermakna dilafalkan, tidak
bisa hanya sekedar diingat dalam benak dan hati, meskipun secara berurutan
bacaannya (dalam hati). Kelima rukun tersebut adalah Takbiratul Ihram,
AlFatihah, Tahiyyat, Shalawat dan Salam.
Lalu, apakah sah bacaan ayat Quran dalam hati saja saat salat,
tanpa diucapkan di mulut?
Dalam kitab al-Umm, imam Syafi`i -Rahimahullah- menjelaskan:
وَلَا يُجْزِئُهُ أَنْ يَقْرَأَ فِي صَدْرِهِ الْقُرْآنَ
وَلَمْ يَنْطِقْ بِهِ لِسَانُهُ
"Membaca Quran dalam hati tanpa diucapkan di lidah itu tidak
sah bagi orang yang salat".
Dalam Mukhtashar al-Buwaithy, imam Syafi`i -Rahimahullah- juga
menjelaskan:
ولا يجزئ الرجل أن يحرم للصلاة بقلبه، ولا يقرأ بقلبه حتى
يحرك لسانه.
"Membaca Takbiratul Ihram untuk salat dalam hati (tanpa
diucapkan) itu, tidaklah sah. Dan membaca bacaan salat dalam hati itu juga
tidak sah, sampai lidah digerakkan mengucapkannya".
Kutipan disini langsung dari kitab induk mazhab Syafi'i. Tentunya
dalam kitab mazhab yang dituliskan oleh ulama Syafi'iyah, hal yang senada
termaktub di dalamnya, bahkan dengan penjelasan yang lebih terperinci sesuai
dengan kriteria dan kapasitas keilmuan objek pengkaji.
Matan Jurumiyah, Hasyiah Al Bajuri dan kita-kitab Fiqh lainnya
termasuk Sabilal Muhtadi karya ulama Nusantara.
Wallahua`lam