Tak berapa lama bersama ibunda,
Muhammad diajak untuk menemph perjalanan bersama ibunya ke Madinah (Yastrib
nama Madinah saat itu). Perjalanan yang diperuntukkan menziarahi kuburan sang
ayah yang tak pernah ia bertemu dengannya, karena duluan meninggal ketika
Muhammad masih dalam kandungan, Abdullah. Selain juga untuk bertemu dengan
kerabat sang ayah dari Bani Najjar.
Perjalanan yang menyenangkan bersama ibunda dan kafilah lainnya, sungguh sangat dinikmati oleh Muhammad kecil. Hingga saat perjalanan pulang, mereka tiba di sebuah kasawan bernama Abwa’, beberapa kilometer dari Mekkah. Perjalanan rombongan mereka terhenti, karena salah satu dari anggoa kafilah terlihat kelelahan, ia terlihat sudah sangat lemah. Seolah kekuatannya telah tumpah. Aminah, ibunda dari Muhammad.
Perjalanan yang menyenangkan bersama ibunda dan kafilah lainnya, sungguh sangat dinikmati oleh Muhammad kecil. Hingga saat perjalanan pulang, mereka tiba di sebuah kasawan bernama Abwa’, beberapa kilometer dari Mekkah. Perjalanan rombongan mereka terhenti, karena salah satu dari anggoa kafilah terlihat kelelahan, ia terlihat sudah sangat lemah. Seolah kekuatannya telah tumpah. Aminah, ibunda dari Muhammad.
Melihat sang ibu yang terbaring
lemah, ia melihat sang ibu pipinya membasah dengan tetesan air mata yang
membulir di kedua matanya. Air mata Aminah pun tumpah. Muhammad tahu, air mana
itu menyimpan sejuta makna. Ada perasaan asing yang merasuk kedalam jiwa
Muhammad kecil ketika sang ibu memeluknya tidak sebagaimana biasa. Hatinya
berdebar kencang, kesedihan pun menghampirinya. Sang ibu menatap ke arah Ummu
Aiman. Ia pesankan kepada Ummu Aiman untuk mengasuh Muhammad kecil dengan
sungguh-sungguh. Ia titipkan buah hati tercintanya. Ummu Aiman pun mengaggukkan
kepala sebagai tanda dan bukti penerimaan amanah yang harus ia tanggung.
Detik-detik itu terasa sungguh
begitu menyakitkan untuk dikenang. Terlihat oleh Muhammad mata kedua wanita
yang ia sayangi itu berlinang hingga membasahi dagu mereka. Ia mengerti, sebuah
peristiwa tengah terjadi. Ummu Aiman tampak begitu bersedih dan terpukul. Air
matanya tak tertahan tumpah ruah ketika
Aminah menghembuskan nafas terakhirnya. Diusapkan wajah Aminah, dan
ditutupinya. Hingga selesailah proses penguburan Aminah.
Muhammad kecil hanya terdiam, ia
termenung sedih, ingin mengungkapkan banyak rasa. Tapi ia tak mampu. Ummu Aiman
pun memegang tangan Muhammad kecil dan menuntunnya kepada rombongan yang akan
segera melanjutkan perjalanan pulang ke Mekkah. Suasana hening, tak satu pun
dari mereka yang berucap. Semua mata tertuju kepada Muhammad kecil, mereka
menyayangi Muhammad, anak saudaranya, yang kini telah yatim dan piatu.
Ditinggal oleh keua orangtuanya. Kini ia akan hidup sebatang kara, tanpa bisa mencicipi rasa kasih sayang kedua orang tua. Ummu Aiman menatap dengan tatapan penuh makna. Ia pun mencoba menghibur Muhammad dengan mengajaknya bercanda sepanjang perjalanan. Meskipun hasilnya tak seperti yang diharapkan. Muhammad bergeming, wajahnya malah makin pasi, dadanya terasa sesak duri derita. Ada sejuta tanda tanya yang menyelimuti samudera jiwanya. Ingin rasanya ditumpahkan kepada Ummu Aiman, tapi lidahnya pun terasa kelu, dan mulutnya terkunci. Muhammad kecil memilih untuk membiarkan kesedihannya mengalir dalam semesa diam.
Muhammad sadar, Ummu Aiman lah ibu sekaligus pelindung baginya. Hidupnya bergantung kepada Ummu Aiman, sebagaimana Ummu Aiman juga pun bergantung kepada Muhammad setelah ia menerima wasiat dari Aminah.
Ditinggal oleh keua orangtuanya. Kini ia akan hidup sebatang kara, tanpa bisa mencicipi rasa kasih sayang kedua orang tua. Ummu Aiman menatap dengan tatapan penuh makna. Ia pun mencoba menghibur Muhammad dengan mengajaknya bercanda sepanjang perjalanan. Meskipun hasilnya tak seperti yang diharapkan. Muhammad bergeming, wajahnya malah makin pasi, dadanya terasa sesak duri derita. Ada sejuta tanda tanya yang menyelimuti samudera jiwanya. Ingin rasanya ditumpahkan kepada Ummu Aiman, tapi lidahnya pun terasa kelu, dan mulutnya terkunci. Muhammad kecil memilih untuk membiarkan kesedihannya mengalir dalam semesa diam.
Muhammad sadar, Ummu Aiman lah ibu sekaligus pelindung baginya. Hidupnya bergantung kepada Ummu Aiman, sebagaimana Ummu Aiman juga pun bergantung kepada Muhammad setelah ia menerima wasiat dari Aminah.
Tiba di Mekkah, Muhammad kecil
langsung disambut oleh Abdul Mutthalib, kakeknya dengan dekapan penuh kasih
sayang dan rasa haru. Tubuhnya yang sudah sangat lemah dan sudah sakit-sakitan
akibat dimakan usia, di temani anak-anaknya yang lain (paman-paman Muhammad)
ikut mengelilingi dan menatap lekat penuh keprihatinan dan belas kasih.
Dan Muhammad merasakan pandangan
kasihan mereka, hati kecilnya berkata, suatu kejadian besar tengah terjadi.
Terbayang sesuatu yang besar dan berat sedang menantinya dalam lanjutan
kehidupannya
Begitu kisah singkat Muhammad
Nabi Mulia bersama ibundanya. Setelah berpisah untuk disusui dan diasuh di
pedalaman Bani Sa’ad, belum ia merasa puas bermain dan berkasih sayang dengan
ibunda, Allah swt mentakdirkan ia harus berpisah untuk selamanya. Selanjutnya
Abdul Mutthalib mengasuhnya dengan penuh kasih sayang.