TARBIYAH ONLINE

Fiqh

Rabu, 14 Februari 2018

Kenal Ulama: Abu Hasan Asy-Syadzily, Gurunya Para Wali

Februari 14, 2018
Hasil gambar


Tokoh Ulama | 
Awal kehidupan tasawufnya adalah "kehendak guru (Abdul Salam Al Masyisy) yang absolute", seolah didikte. Setelah sebelumnya berguru kepada  Abu Fattah al Wasithi di Irak. Abdul Salam Al Masyasyi adalah seorang sufi besar dari Maroko. Abu Hasan cukup lama mengikuti dan diam bersama sang guru. Pertemuan keduanya terjadi di sebuh gua tempat sang Guru sering mengasingkan diri. Disitulah Asy-Syadzily merasa kagum akan ketakwaan dan kehebatan serta kedalaman ilmu yang dimiliki sang Guru. Sang Guru berpandangan, bahwa tasawuf sejati adalah ajaran yang bersumber dari Kitab Allah dan Sunnah Rasulullah.

Di satu masa, sang Guru berpesan, "Ali, pergilah engkau ke Afrika, tinggallah engkau di sebuah negeri bernama Syadzilah, kelak Allah akan memberikan mu gelar Asy-Syadzily".

Begitulah kehidupan Sufi, perintah sang Murabbi bukanlah candaan, penglihatan mereka kasyaf. Terbayang, itulah kalam Tuhan melalui qalbu mereka untuk disampaikan kepada muridnya. Meski bayangan demikian tidak sepenuhnya benar.

Ketika hendak berangkat, Sang Guru, Abdul Salam Al Masyisy berpesan," Ali, Allah adalah Allah dan manusia adalah manusia. Bersihkan lidahmu dari menyebut mereka. Sucikan hati mu dari kecondongan kepada mereka. Jaga seluruh indra mu, laksanaka semua yang fardhu. Sungguh kedudukan mu sebagai Wali Allah telah sempurna. Bacalah selalu do'a ini: Yaa, Allah, kasihanilah kami agar tidak menyebut-nyebut mereka, tidak butuh kepada mereka. Selamatkanlah kami dari kejahatan mereka. Cukupkanlah kami dengan kebaikan-Mu sehingga tidak memerlukan kebaikan mereka. Palingkan aku khususnya dari hati mereka. Sungguh Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu."

Abu Hasan Asy-Syadzily, guru dari murid setia Abu Abbas al Mursi Sang Psikolog muslim paling dikenal. Yang sudah ikut bersama Sang Wali dari sejak dari Tunisia. Sang wali  juga merupakan Guru dari Sufi terpopuler Ibnu Atha'illah Al-Sakandari ketika beliau menetap di Iskadanriyah -Alexandria-, Mesir. Sang Wali semasa dengan Sulthanul Ulama 'Izuddin bin Abdussalam yang merupakan ketua dari para Ulama di masa itu. Seorang yang ke'alimannya diakui oleh seluruh ahli fiqh, ahli tasawuf seluruh dunia.

Sang Wali pernah berpesan kepada muridnya, Abu Abbas Al Mursi, "Kenalilah Allah, lalu hiduplah sesuka mu."

Sang Wali yang hidup dengan kemewahan. Secara lahiriyah, ia hidup dengan "keglamoran", makanannya keseringan lezat dan pakaiannya mewah, senang dengan kuda gagah nan cekatan. Karena baginya, "Nikmat Tuhan yang berlimpah itu, mesti dimaksimalkan, sebab kesemuanya adalah sarana menuju kebahagiaan mukmin. Tidaklah mukmin dilarang Tuhannya untuk mencicipi bahkan memiliki kelezatan dunia. Namun bukan untuk mencintainya."

Baginya, "Lezatnya makanan dan segarnya minuman, dikala selesai menyantapnya tak hanya lisan yang memuji syukur kepada Tuhan, melainkan seluruh organ terasa terpuaskan."

Sang Wali, yang menjadikan Khatamul Auliya karya Al Hakim At-Tirmidzi, Qutl Qulub-nya Abu Thalib Al Makki, Ihya Ulumuddin-nya Al Ghazali, dan Al Mawaqif wal Mukhathabat-nya Muhammad Ibn Abdul Jabar An-Nifari sebagai kitab favorit dan rujukan wajibnya dalam menjalani kehidupannya sebagai Sang Wali, Kekasih Allah.

Semoga Allah membagikan kasih-Nya kepada kita dengan keberkahan "cinta kepada orang yang Dicintai-Nya."

Diambil dari berbagai sumber, terumata :Dr. Makmun Gharib :Abu Hasan Asy-Syadzily dan Dr. Abdul Halim: Nasihat dan Wasiat Abu Hasan Asy-Syadzily
Read More

Minggu, 11 Februari 2018

Polemik Kewajiban Zakat Profesi

Februari 11, 2018
Cara Menghitung Zakat Profesi
fikih zakat
Zakat profesi memang belum familiar dalam khazanah keilmuan Islam klasik. Maka dari itu, hasil profesi dikategorikan sebagai jenis harta wajib zakat berdasarkan kias (analogi) atas kemiripan (syabbah) terhadap karakteristik harta zakat yang telah ada, yakni:
  1. Model memperoleh harta penghasilan (profesi) mirip dengan panen (hasil pertanian), sehingga harta ini dapat dikiaskan pada zakat pertanian berdasarkan nisab (653 kg gabah kering giling atau setara dengan 522 kg beras) dan waktu pengeluaran zakatnya (setiap kali panen).
  2. Model harta yang diterima sebagai penghasilan berupa uang, sehingga jenis harta ini dapat dikiaskan pada zakat harta (simpanan atau kekayaan) berdasarkan kadar zakat yang harus dibayarkan (2,5%). Dengan demikian, apabila hasil profesi seseorang telah memenuhi ketentuan wajib zakat, ia berkewajiban menunaikan zakatnya.
Demikian yang dijelaskan oleh banyak pakar dan ahli fikih kontemporer yang mengiyakan hukum zaat profesi.
Profesi itu sendiri sebagaimana kita ketahui ada dua macam.

  • Pertama, profesi yang tidak terikat dengan institusi tertentu seperti profesi dokter, insinyur, pengacara, dan lain sebagainya.
  • Kedua, profesi yang terikat kontrak kerja dengan institusi tertentu baik swasta maupun pemerintah, yaitu pegawai kantor, dosen universitas, PNS dan lain sebagainya. Jenis profesi kedua ini pada setiap bulan dan tanggal tertentu mendapatkan gaji atau tunjangan sesuai dengan kebijakan institusinya.
Baik profesi jenis pertama atau jenis kedua, menurut sudut pandang fikih kontemporer, uang yang dihasilkannya diistilahkan dengan “al-malul mustafad” (harta penghasilan).
Berkaitan dengan uang yang dihasilkan melalui profesi, yang disepakati ulama’ empat madzhab (Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hanbali), tidak wajib ditunaikan zakatnya kecuali mencapai satu nishab dan haul sempurna satu tahun.

zakat profesi

Syekh Wahbah Az-Zuhayli mengatakan:
وَالْمُقَرَّرُ فِيْ الْمَذَاهِبِ الْأَرْبَعَةِ أَنَّهُ لَا زَكَاةَ فِي الْمَالِ الْمُسْتَفَادِ حَتَّى يَبْلُغَ نِصَاباً وَيَتِمَّ حَوْلاً

Artinya, “Ketetapan dalam 4 madzhab bahwa tidak ada kewajiban zakat dalam harta penghasilan kecuali mencapai satu nishab dan sempurna satu tahun.” (Syekh Wahbah Az-Zuhayli, Al-Fiqhul Islami wa Adillatuh,  Damaskus, Darul Fikr, cetakan keempat,  2004 M, juz III, halaman 1949).

Sedangkan batas satu nishab uang penghasilan profesi adalah satu nishab emas atau perak (kurs harga emas 77,50 gram atau kurs harga perak 543,35 gram). Harta yang wajib dikeluarkan adalah 2,5 persennya.

Dari referensi di atas, dapat dipahami bahwa zakat profesi diwajibkan bukan atas nama profesinya, namun karena kepemilikan uang yang telah mencapai satu nishab dan telah sempurna satu tahun.

Dalam konteks kekinian, uang dapat menggantikan posisi emas/perak dalam hal kewajiban zakat. Maksudnya, bila seseorang telah memiliki uang tabungan yang telah mencapai nishab emas/perak dan telah sempurna satu tahun, maka wajib mengeluarkan zakatnya sebanyak 2,5 persen.

Perihal uang terkena kewajiban zakat, Syekh Abdurrahman Al-Jaziri menjelaskan:


جُمْهُوْرُ الْفُقَهَاءِ يَرَوْنَ وُجُوْبَ الزَّكَاةِ فِيْ الْأَوْرَاقِ الْمَالِيَّةِ لِأَنَّهَا حَلَّتْ مَحَلَّ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ فِي التَّعَامُلِ وَيُمْكِنُ صَرْفُهَا بِالْفِضَّةِ بِدُوْنِ عُسْرٍ فَلَيْسَ مِنَ الْمَعْقُوْلِ أَنْ يَكُوْنَ لَدَى النَّاسِ ثَرْوَةٌ مِنَ الْأَوْرَاقِ الْمَالِيَّةِ وَيُمْكِنُهُمْ صَرْفُ نِصَابِ الزَّكَاةِ مِنْهَا بِالْفِضَّةِ وَلَا يُخْرِجُوْنَ مِنْهَا زَكَاةً 

Artinya, “Mayoritas ahli fikih berpendapat wajibnya zakat dalam uang kertas, sebab ia menempati posisinya emas dan perak sebagai alat bertransaksi dan mungkin mengalokasikan nishab zakatnya dengan perak tanpa adanya kesulitan. Maka tidak logis, seseorang yang memiliki uang kertas melimpah dan ia mungkin mengalokasikan nishab zakatnya dengan perak, sementara ia tidak mengeluarkan zakatnya sama sekali,” (Lihat Syekh Abdurrahman Al-Jaziri, Al-Fiqh ‘alal Madzahibil Arba’ahKairo, Maktabah At-Tijariyyah Al-Kubra, cetakan ketiga, tanpa tahun, juz I, halaman 605). 

Berdasarkan uraian diatas,  kita melihat ada beberapa ketimpangan terhadap penetapan zakat profesi.
Yang pertama nisabnya mengkuti zakat harta yang di-kurs-kan kepada emas dan perak, sedangkan haulnya mengikuti zakat pertanian, yaitu disaat panen atau dalam hal ini gajian.

Ulama yang masih konsisten dengan khazanah dan mazhab istinbat hukum secara trasional, memandang ijtihad zakat profesi ini memiliki kecatatan, disebabkan tidak istiqamahnya dalam metodelogi penentuan nisab dan haul. Seharusnya, zakat yang merupakan salah satu pilar dan rukun Islam, memang sudah baku sebagaimana ketetaan  Allah dan Rasul-Nya.

Seorang Ulama Dayah dari Aceh menuturkan, "Salah satu alasan ditetapkannya zakat profesi adalah penilaian atas ketidakadilan yang terjadi. Maksudnya, pemasukan dan keuangan para PNS dan pegawai lainnya, lebih besar daripada petani, selayaknya pegawai itu terkena zakat dari penghasilannya. Namun qiyas ini ternilai cacat. Betapa tidak, bukankah petani dan pekebun durian ketika panen meendapatkan lebih banyak pemasukan daripada petani di sawah, kenapa pada durian tidak ada zakatnya? Nah, dengan demikian ijtihad baru mestilah kuat dari sisi istinbatnya."

Penolakan terhadap zakat profesi bukanlah untuk "menyelamatkan" PNS dari kewajiban zakat. Bukan menghindarkan orang kaya dari kewajiban zakat. Karena memang utuk urusan zakatt, mestilah mengikuti kaedah-kaedah hukum yang kuat dan sudah ada. Orang, apapun profesinya akan dikenakan zakat mal/ harta ketika sudah mencapai nisab sebagaimana diatas, dan haul yaitu meiliki atas harta itu sempurna bilangan satu tahun.

Wallahu a'lam

Dari berbagai sumber bacaan dan kajian.
Read More

Pengembaraan Tasawuf Abu Hasan Asy-Syadzily

Februari 11, 2018
Abu al-Hasan al-Syadzily. "Dia pelopor di antara tarekat paling populer di dunia, termasuk di Indonesia, sehingga nama tarekat tersebut dinisbahkan kepadanya, yaitu Tarekat Syadziliyah. Tarekat ini dikenal kekhasannya yang sangat mendorong pengikutnya bekerja dan berusaha, sehingga tarekat ini banyak diikuti oleh kalangan pengusaha, pejabat, dan pegawai." Demiikian deskripsi awal sebuah buku yang menceritakan tentangnya. Untu lebh mengenal tentang soso agungnya bisa lihat disini.

Banyak sekali kisah-kisah dan mutiara ilmu serta nasihat yang didengungkan oleh sang Wali ini, yang bersumberkan Al Quran dan Sunnah. Sebagai guru dan Imam Tasawuf yang sangat terkenal, tidak diragukan lagi kealiman dan kepakaran beliau tentang syari'at dan kemuliaan beliau dalam sikap maupun sifat.

Di Indonesia sendiri, tulisan tentang beliau sudah dituliskan dalam bentuk buku yang sangat banyak. Diantaranya adalah tulisan Dr. Makmun Gharib yang telah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia. Buku terbitan zaman. Dan juga yang dituliskan oleh Syeikh Dr. Halim Mahmud yang merupakan guru besar Universitas Al Azhar yang juga telah diterjemahkan oleh Qaf

Ada juga Risalatul Amin, karyanya yang telah diterjemahkan.

Disini, kita cukup melihat beberapa butiran ilmu, hikmah dan nasihatnya kepada murid-muridnya secara langsung maupun kita pembaca karyanya.

Abul Hasan asy-Syadzily radhiallahu 'anhu berkata: Pengembaraan kami terdiri diatas lima:
  1. Taqwa kepada Allah lahir dan batin dalam kesendirian dan di depan publik.
  2. Mengikuti sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dalam semua kata dan perbuatan.
  3. Mengabaikan semua makhluk dalam kesukaan ataupun dalam kebencian mereka. [tidak menghiraukan apakah mereka suka atau benci].
  4. Rela [ridha] menurut hukum [takdir] Allah, baik yang ringan maupun yang berat.
  5. Kembali kepada Allah dalam suka dan duka.
Maka untuk melaksanakan taqwa harus berlaku wara' [menjauh dari makruh, subhat dan haram] dan tetap istiqamah dalam mentaati semua perintah dan tetap tabah tidak berubah. Dan untuk melaksanakan sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, harus berhati-hati dan menerapkan budi pekerti yang baik. Dan mengabaikan makhluk dengan sabar dan tawakkal [berserah diri kepada Allah subhanahu wata'ala]. Rela [ridha] pada Allah atas segala takdir-Nya dan merasa cukup dan tidak tamak terhadap sesuatu.
Mengembalikan segala-galanya hanya kepada Allah dalam suka dan duka dengan bersyukur dalam suka dan berlindung kepada-Nya dalam duka. Dan semua ini pada intinya ada 5 hal:
  1. Semangat yang tinggi.
  2. Berhati-hati pada yang haram dan menjaga kehormatan.
  3. Taat dan memahami diri sebagai seorang hamba.
  4. Melaksanakan kewajiban.
  5. Menghargai nikmat.
Maka barangsiapa yang bersemangat tinggi, pasti naik tingkat derajatnya. Dan barangsiapa yang meninggalkan larangan yang diharamkan Allah, maka Allah akan menjaga kehormatannya. Dan barangsiapa yang benar dalam taatnya, pasti mencapai tujuan kebesaran-Nya dan kemulian-Nya. Dan barangsiapa yang melaksanakan kewajibannya dengan baik, maka bahagia hidupnya. Dan barangsiapa yang menghargai nikmat, berarti mensyukuri dan selalu akan menerima tambahan nikmat yang lebih besar.

Abul Hasan asy-Syadzily radhiallahu 'anhu berkata: Aku dipesan oleh guruku [Abdul Salam bin Masyisy radhiallahu 'anhu] : "Janganlah kamu melangkahkan kaki kecuali untuk sesuatu yang dapat mencapai keridhaan Allah, dan jangan duduk di majlis kecuali yang aman dari murka Allah. Dan jangan bersahabat kecuali kepada orang yang dapat membantu berbuat taat kepada Allah. Dan jangan memilih sahabat karib kecuali orang yang menambah keyakinanmu terhadap Allah, yang demikian ini sudah jarang untuk didapat.
Read More

Nasihat Sayyid Ahmad Al Badawi Untuk Muridnya

Februari 11, 2018
Syaikh Ahmad bin Ali Bin Yahya Al-Badawi lahir di Kota Fes, Maroko pada tahun 596 H./1199 M adalah seorang imam sufi, wali kutub dan pendiri thariqah Al-Badawiyah. Beliau dijuluki Al-Badawi selalu menutup wajahnya seperti kebiasaan Arab Badui. Kakek beliau sebelumnya bermukim di Jazirah Arab. Kakek beliau datang di Fes Maroko akibat semakin brutalnya aksi Al-Hajjaj bin Yusuf Ats-Tsaqafi terhadap kalangan Alawiyin.
Nasab Al-Badawi dari jalur ayah sampai kepada sayyidina Husein bin Ali, bin Fathimah Az-Az-Zahra' binti Rasulillah shallallahu 'alaihi wa sallam. Berdasarkan kesepakatan ulama nasab, dan ahli sejarah, secara lengkap nasab beliau adalah Ahmad bin Ali bin Yahya bin Isa bin Abu Bakar bin Ismail bin Umar bin Ali bin Utsman bin Husein bin Muhammad bin Musa bin Yahya bin Isa bin Ali bin Muhammad bin Hasan bin Ja'far Az-Zaky bin Ali Al-Hadi bin Muhammad al-Jawwad bin Ali Ridlo bin Musa al-Kadhim bin Ja'far As-Shadiq bin Muhammad al-baqir bin Ali Zainal Abidin bin Al-Hasan bin Ali bin Abi Thalib.
Hasil gambar untuk sayyid ahmad al badawi

Sayid Ahmad al-Badawi radhiallahu 'anhu berkata: "Perjalanan kami berdasarkan kitab Allah dan sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam:

  1. Benar dan jujur. 
  2. Bersih hati.
  3. Menepati janji.
  4. Bertanggung jawab dalam tugas dan derita.
  5. Menjaga kewajiban.

"Seorang muridnya yang bernama Abdul Ali bertanya: Apakah syarat yang harus diperbuat oleh orang yang ingin menjadi wali Allah?

Jawabnya: Seorang yang benar-benar dalam syariat ada 12 tanda-tandanya:

  1. Benar-benar mengenal Allah [yakni mengerti benar tauhid dan penuh keyakinan kepada Allah].
  2. Menjaga benar-benar perintah Allah.
  3. Berpegang teguh pada sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam.
  4. Selalu berwudhu [bila berhadas segera berwudhu kembali].
  5. Rela menerima ketentuan [takdir] Allah dalam suka maupun duka.
  6. Yakin terhadap semua janji Allah.
  7. Putus harapan dari semua apa yang di tangan mkhluk.
  8. Tabah, sabar menanggung berbagai derita dan gangguan orang.
  9. Rajin mentaati perintah Allah.
  10. Kasih sayang terhadap semua makhluk Allah.
  11. Tawadhu, merendah diri terhadap yang tua dan muda.
  12. Menyadari selalu bahwa syaitan itu musuh yang utama. Sedang kendaraan syaitan itu dalam hawa nafsumu dan selalu berbisik untuk mempengaruhimu. Firman Allah: "Innasy-syaithana lakum 'aduwwun fattakhi dzuhum 'aduwwa." [Sesungguhnya syaitan itu musuh bagimu, maka perlakukanlah ia sebagai musuh. QS. Fathir 6].

Kemudian Ahmad Badawi melanjutkan nasehatnya;
Wahai Abdul Ali: Berhati-hatilah kepada cinta dunia, sebab itu bibit segala dosa dan dapat merusak amal saleh. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam: "Hubbud dunia ra'su kulli khathi'ah" [Cinta pada dunia itu sumber segala kejahatan]. Sedang Allah subhanahu wataala berfirman: ''Inna-Allaha ma'alladzinat-taqau walladzina hum muhsinun" [Sesungguhnya Allah berserta orang-orang yang bertakwa, dan orang-orang yang berbuat kebaikan. QS. an-Nahl 128].

Orang boleh mempunyai kekayaan di dunia ini, tetapi Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melarang jangan cinta dunia, seperti Nabi Sulaiman 'alaihi salam dan para sahabat yang kaya, kita harus menundukkan dunia, dunia tidak boleh di letakkan dalam hati.

Wahai Abdul Ali!

Kasihanilah anak yatim dan berikan pakaian pada orang yang tidak berpakaian, dan beri makan pada orang yang lapar, dan hormatilah tamu dan orang dalam perantauan, Semoga dengan begitu kamu diterima oleh Allah. Dan perbanyaklah dzikir, jangan sampai termasuk golongan orang yang lalai disisi Allah. Dan ketahuilah bahwa satu rakaat di waktu malam lebih baik dari seribu rakaat di waktu siang, dan jangan mengejek/merendahkan orang yang tertimpa musibah. Dan jangan berkata ghibah atau namimah [membicarakan aib seseorang atau mengadu domba seseorang dengna yang lain].

Hasil gambar untuk sayyid ahmad al badawi

Dan jangan membalas mengganggu orang yang telah mengganggumu. Dan maafkan orang yang menganiayamu. Dan berilah pada orang yang kikir padamu. Dan berlaku baik pada orang yang jahat padamu. Dan sebaik-baik moral [budi pekerti] seseorang ialah yang sempurna imannya. Dan barangsiapa tidak berilmu, maka tidak berharga di dunia dan akhirat. Dan barangsiapa yang tidak sabar, tidak berguna ilmunya. Barangsiapa yang tidak dermawan, tidak mendapat keuntungan dari kekayaannya. Barangsiapa tidak sayang kepada sesama manusia, tidak mendapat hak syafaat disisi Allah. Barangsiapa yang tidak bertakwa, tidak berharga disisi Allah. Dan barangsiapa yang tidak memiliki sifat-sifat ini, tidak mendapat tempat di surga. Berzikirlah kepada Allah dengan hati yang khusyu' dan waspadalah terhadap sesuatu yang melalaikan, sebab lalai itu menyebabkan hati beku. Dan serahkan dirimu pada Allah, dan relakan hatimu menerima musibah, ujian sebagaimana kegembiraanmu ketika menerima nikmat dan tundukkan hawa nafsu dengan meninggalkan syahwat.

Sumber: Wikipedia dan sumber lainnya
Read More

Selasa, 19 Desember 2017

Tahapan-Tahapan Ilmu Yang Harus Dilalui

Desember 19, 2017

Tahapan-tahapan menurut Hujjatul Islam al Imam Ghazali rahimahullah.

Tahapan-tahapan ilmu ada empat, sebagaimana tahapan pada harta.
  1. Istifadah, mencari. Berusaha dengan penuh keyakinan untuk mendapatkannya, ilmu didapatkan melalui proses belajar. Sedangkan harta didapat melalui bekerja. 
  2. Iktisab/ Tahshil, menyimpan. Ilmu disimpan melalui hafalan dalam ingatan. Dan harta disimpan dalam kantong, dompet, buku tabungan atau gudang.
  3. Infaq li nafsih, memanfaatkan untuk dirinya. Ilmu mesti diamalkan agar ia bermanfaat dan mencapai maksud dan tujuan, yaitu ibadah kepada Rabb dzuljalali wal ikram. Demikian juga harta, manfaatkan harta untuk kebutuhan diri, membeli makanan, pakaian dan kebutuhan lainnya. Sungguh harta tak berguna jika hanya disimpan, tanpa dipakai.
  4. Tabshir, sebarkan/ ajarkan. Ilmu akan semakin bermanfaat dengan diajarkan kepada yang lain, demi terciptanya lingkungan berilmu, mengentaskan kejahilan. Pada harta, bersedekah dan memberi bantuan kepada yang lain akan menciptakan lingkungan yang bebas dari kefakiran.

Imam Ghazali


Untuk versi videonya bisa ditonton disini.

Tahapan-tahapan tersebut mestilah dijalankan secara tertib dan berturut. Jika tidak, kerugian dan kebinasaan akan didapat si pelaku.
Apa yang mesti disimpan jika belum memliki apa-apa? Bagaimana hendak memanfaatkan apabila tidak memilikinya sama sekali? Untuk apa membagikan kepada yang lain, sedangkan untuk diri sendiri tidak kita manfaatkan?

Mencari ilmu adalah perkara yang mulia, menyibak tabir kebodohan. Seluruh makhluk di alam raya akan memohonkan keampunan bagi para pencari ilmu, saking memiliki nilai yang sangat luar biasa. Mengusahakan harta juga sebuah kemuliaan, karena mengangkat derajat manusia dari kefaqiran. Kefaqiran sangat dekat dengan kekufuran, demikian nasihat yang diutarakan oleh sebuah ungkapan.
Menyimpan ilmu melalui hafalan dan pengulangan kajian yang terus dilakukan. Tahapan ini akan memberikan kesibukan dan kenikmatan luarbiasa dalam kehidupan. Proses ini akan meghilangkan permasalah kehidupan dan kegalauan yang tidak penting. Kesibukan dalam menghafal ilmu kadang bisa mencapai titik jenuh dan bosan. Namun, perlu diingat, jangan beranjak kepada hal lain selain menyibukkan diri dengan ilmu. Cukup beralih kepada fan ilmu yang berbeda. Seperti dari ilmu nahwu, beralih ke ilmu mantiq atau juga yang lainnya. Maka akan didapatinya kesibukan terus-menerus dan memberikan kelezatan menyelami ilmu dengan rasa yang berbeda-beda.


Ilmu

Baca juga kisah inspiratif disini.

Mengamalkan ilmu adalah sebuah kewajiban, Karena salah satu tujuan terbesar dari berilmu adalah untuk diamalkan, sedangkan amalan yang tidak didasari oleh ilmu akan tertolak. “Al ‘ilmu lil ‘amal, wal ‘amali bil ‘ilmi” (ilmu itu untuk diamalkan, dan amal mestilah dengan ilmu). Pada kasus harta, sebanyak apa pun harta yang telah kita miiki dan kita simpan tapi tidak bisa kita gunakan merupakan sebuah kerugian yang sangat luarbiasa. Untuk apa kita memiliki tabungan bermilyar-milyar di rekening tapi, malah tidak kita cairkan dan gunakan untuk membeli kebuthan makan, pakaian juga tempat tinggal. Bodoh sekali orang yang memiliki banyak uang, tapi memilih berjalan tanpa alas kaki, tidak makan berhari-hari, dan memutuskan tinggal di depan emperan pertokoan atau dibawah jembatan dengan beralaskan kardus. Gunakanlah harta yang engkau punya untuk memenuhi kebutuhan hidup mu.

ilmu
Membagikan dan mengajarkan ilmu akan membuka pintu-pintu ilmu dan wawasan baru. Ketika ada kepelikan dalam memahami detail ilmu dalam kesendirian, mengajarkan dan mendakwahkan ilmu menjadi jalan yang membawa kepada pemahaman yang lebih baik terhadap detail ilmu. Hal ini bisa terjadi lantaran proses berpikir yang semakin terbuka, perbandingan terhadap hal yang baru yang dijumpai. Karena ilmu akan semakin bertambah dengan diajarkan kepada yang lain. Tahapan ini sungguh menjadi hal yang paling mulia dalam ilmu. Dengan syarat, ia menjadi amalan bagi dirinya sendiri. Sebagaimana yang dijelaskan diatas.
“Orang yang memiliki ilmu dan memiliki, mengamalkan dan menyebarkan ilmu diseru dengan seruan agung oleh penduduk langit (malaikat), ia bagaikan matahari yang menerangi dan dia sendiri bercahaya, ia seperti misk/ kesturi, ia mampu mewangikan, dan ia sendiri wangi."

Mendakwahkan dan mengajarkan ilmu sedang diri sendiri tidak sedikitpun mengamalkan, ia seperti buku. Menyimpan ilmu yang banyak, dan banyak yang dapat mengambil manfaat darinya, namun ia tidak bermanfaat bagi dirinya. Diibaratkan juga sebagaimana jarum yang bisa menjahit pakaian, sedangkan dia sendiri telanjang. Janganlah menjadi batu asah, yang hanya mampu menajamkan pisau untuk menyembelih ayam, sedangkan batu asah sendiri tidak punya kemampuan memotong. Bahkan lebih mengerikan, ia bak sumbu lampu yang menerangkan kepada yang lain sedangkan ia binasa terbakar.

Membagikan harta, tanpa melakukan pemenuhan kebutuhan bagi diri sendiri adalah suatu kecelakaan. Diri sendiri kelaparan, berhari-hari tidak makan, pakaian tak punya walau sehelai. Harta yang menumpuk hendak disedekahkan kepada orang lain? Sungguh kebodohan dan kerugian yang ia dapakan.

Sumber:
Ihya 'Ulumuddin juz 1, hlm. 55,
Syarah Ta'limul Muta'allim hlm 36 dan 42,
Ittihaf Sadatil Muttaqin Syarah Ihya 'Ulumuddin juz 1 hlm. 130).



Read More

Kisah Nyata: Buah Sabar dan Amanah, Allah Gantikan Yang Haram Menjadi Halal

Desember 19, 2017
Kisah ini tertulis dibuku “Zikrayat Ali Tantowy”, karya Sheikh Aly Tantowy. Buku 8 jilid, berisi catatan harian, kisah-kisah hidup sheikh Aly Tantowy semasa kuliah dan menjadi Hakim, dan cerita tentang Damaskus. Kisah ini tidak asing bagi penduduk Damaskus dan terus diceritakan dari ayah ke anak.


Di Damaskus ada sebuah masjid besar, namanya Jamik Taubah. Wilayah ini awalnya adalah tempat  maksiat, kemudian dibeli oleh Sultan Musa Adil Al Ayyuby pada abad ke 7 Hijriah, dan dijadikan masjid, makanya disebut Jamik Taubah, atau Masjid Taubah.
Kisah ini terjadi sekitar 120 tahun yang lalu. Pada saat itu Imam Masjid Taubah adalah Syeikh Salem Mesuty, seorang Sufi dan Faqih Hanafi, aslinya berasal dari Albania, beliau sangat dihormati. Hampir semua masyarakat pernah “curhat” ke beliau apabila ada masalah. Beliau memiliki banyak murid, salah satunya seorang pemuda miskin, yang dikenal cerdas dan shaleh. Pemuda itu tinggal di salah satu raungan kosong di masjid, karena tidak memiliki rumah.
Suatu hari, pemuda itu tidak lagi mempunyai uang untuk membeli makanan, tetapi karena izzatunnafsi (kehormatan diri) yang dimiliknya, dia tidak mau meminta-minta, dia memilih menahan lapar sampai Allah memberinya rezeki dengan cara-Nya. Setelah menahan lapar selama 3 hari, tiba masanya dia hampir menyerah, sudah benar-benar lemah tidak mampu lagi bertahan. Mungkin (menurutnya) sudah sampai pada level boleh makan bangkai atau mencuri secukupnya untuk makan. Akhirnya dia memutuskan untuk mencuri.

Saat itu, rumah di Damaskus masih berdempetan, rumah lama, jadi mudah saja kalau naik ke atap untuk kemudian melompati dan berpindah dari satu rumah ke rumah yang lain. Akhirnya pemuda itu naik ke atap masjid dan menuju keatas rumah penduduk. Ketika melewati sebuah rumah, dia melihat seorang wanita cantik, diapun menundukkan pandangannya. Diapun berpindah ke rumah lain, tiba-tiba dia melihat rumah kosong, “inilah calon korban”, pikirnya. Dan ternyata dari rumah itu tercium bau makanan yang cukup menggoda, akhirnya dia memutuskan untuk turun. Sekejap saja dia sudah di teras rumah.
Dia menuju dapur dimana sumber aroma muncul. Dengan cekatan dia masuk ke dapur dan membuka periuk, ternyata ada “makdusy” (jenis masakan Suriah), langsung saja dia mengambil satu makdusy, tanpa peduli masih panas untuk dimakannya. Ketika hendak digigit, dia sadar, “Astaghfirullah, aku pelajar Agama! Bagaimana aku bisa masuk rumah orang dan mencuri!”. Diapun meletakkan kembali makdusy dalam periuk dan pergi.
Dia sangat menyesal atas apa yang telah dilakukannya, sepanjang jalan atap rumah dia terus beristighfar sampai masjid. Di masjid dia langsung bergabung ke majlis pengajian Syeikh Mesuty (seorang ulama besar saat itu). Dengan kondisi yang saking laparnya, dia tidak tahu apa yang sedang dibicarakan oleh sheikh.
Setelah pengajian selesai, jamaahpun bubar. Tiba-tiba seorang wanita bercadar mendekati Syeikh Mesuty dan berbicara, entah apa yang dibicarakan tidak ada yang tahu, hanya dia dan Syeikh saja yang tahu. Namun terlihat olehnya Syeikh Mesuty menganguk-angguk. Syeikh pun berpaling seakan sedang mencari seseorang, dan tidak ada seorangpun di masjid itu kecuali pemuda tadi, muridnya.
“Kamu sudah nikah, belum?” tanya Syeikh,
“Belum, Sidi”. Jawabnya.
“Apa kamu mau nikah?”
“Bagaimana saya bisa menikah wahai Syeikh, untuk makan sehari-hari saja saya tidak punya uang”.
“Wanita itu (sambil mengisyaratkan pandangan ke wanita tadi) mengatakan bahwa suaminya sudah meninggal, dia bukan orang Damaskus. Dia tidak punya siapa-siapa kecuali pamannya yang sudah tua. Ketika suaminya meninggal, dia meninggalkan rumah dan harta. Jadi, dia ingin menikah supaya tidak sendiri lagi. Bagaimana? Kamu mau?”, kata Syeikh.
“Mau, Sidi”. Jawabnya singkat.

Syeikh Memanggil wanita itu, “Kamu mau menikah dengan dia, dan kondisinya seperti itu?”, wanita itupun setuju. Lalu Syeikh pun memanggil paman wanita itu sebagai wali dan beberapa orang saksi. Akhirnya pernikahanpun dilangsungkan, dan Syeikh lah yang menanggung mahar muridnya itu.
“Sekarang kalian sudah menjadi suami istri, silahkan bawa suamimu”, kata Syeikh Mesuty.
Mereka pun berjalan ke rumah, sampai di rumah wanita itu membuka cadarnya, ternyata wanita itu masih muda dan cantik sekali. “Habibi, mau makan?”, dia menawarkan makan ke suaminya. Si pemuda itu malah takut, karena rumah itu adalah rumah yang tadi dimasukinya.
Istrinya masuk ke dapur mengambil makanan, “Masya Allah, siapa yang masuk rumah ini dan menggigit makdusy!”.

Suaminya menangis dan menceritakan kisahnya yang menyelinap masuk untuk mencuri makanan demi mengisi kekosongan perutnya.
Istrinya berkata, “Ini adalah buah dari sabar dan amanah, ketika kamu tidak memakan makdusy secara haram, Allah menggantikan yang lebih baik, makdusy, rumah dan pemiliknya secara halal”.

Sheikh Tantowy mengatakan, “Kisah ini nyata, dan aku mengenal para tokohnya. Ketika meninggalkan sesuatu karena Allah, Allah akan menggantikan dengan lain yang lebih baik”.
Allahummak fina bihalalika ‘an haramika wa aghnina bifadhlika ‘anman siwaka.

Read More

Kenal Ulama: Syeikh Abdul Fattah Abu Ghuddah, Muhaddits Abad 20

Desember 19, 2017

Tokoh Ulama | Beliau lahir dan dibesarkan di Aleppo, belajar di Akademi Studi Islam di Aleppo kemudian melanjutkan Studi Ilmu Jiwa dan Tarbiyah di Universitas Al-Azhar di Kairo, Mesir. Ayah Beliau, Muhammad, dikenal sebagai orang yang saleh dikampungnya, seorang pengusaha di industri tekstil . Ayah dari ayahnya bernama  Bashir, salah satu pedagang tekstil terbesar di Aleppo, dan nasab beliau bertemu dengan Panglima Besar Islam Khalid Bin Walid Radiyallahu 'anhu.

Syaikh Abu Ghuddah tinggal di Kairo tahun 1944 sampai 1950, selama waktu itu dia bertemu dengan Hassan al - Banna , Pendiri Ikhwanul Muslimin. Beliau bergabung dengan Ikhwanul Muslimin di bawah didikan al- Banna , dan menjadi anggota Ikhwanul Muslimin Suriah sekembalinya ke Suriah pada tahun 1950. Dia pun menjadi terkenal di kalangan Muslimin di Aleppo , dan menjadi Dosen di Akademi Studi Islam . Pada tahun 1960 ia menjadi Dosen Filsafat di Universitas Damaskus . Abu Ghuddah ikut dalam pemilihan parlemen pada tahun 1961, dan kemudian diangkat sebagai Mufti Aleppo oleh Presiden Nazim al- Kudsi.

Kalau berbicara tentang Syeikh Abdul Fattah Abu Ghuddah, layaknya berlayar di lautan yang tak berpantai, kalau mendengar beliau bicara tentang Fiqh, seakan-akan beliau seorang Fuqaha besar, kalau beliau berbicara tentang sejarah, seakan-akan beliau adalah sejarawan agung, kalau beliau berbicara tentang Tasawwuf, para pendengar akan mengira beliau adalah seorang Mursyid Tareqat, kalau mendengar beliau bicara tentang semangat dakwah, you do the math karena beliau salah satu Mursyid Ikhwanul Muslimin di Suriah, kalau beliau bicara tentang Hadits dan Mustalah Hadits, itu memang pakarnya beliau, kalau tidak mau dikatakan “ghuluw”, mungkin beliau adalah salah satu dari beberapa orang ulama hadits yang dilahirkan di abad 20!

Kemampuan dan keilmuwan beliau sungguh sangat luar biasa. Sebuah risalah kecil hasil coretan Imam Haris Al Muhasibi berhasil digubah oleh Syeikh Abdul Fattah Abu Ghuddah menjadi sebuah buku besar yang sangat bagus dijadikan sebagai rujukan bagi pecinta tasawwuf dan akhlak, kalau membaca buku itu dijamin kamu akan menangis!

Kalau mau membaca buku “Al Ihkam fi Tamyizil Fatawa ‘Anil Ahkam wa Tasharrufatil Qadhi wal Imam”, atau “Al Manar Almunif fi Sahih wa Dhaif”, maka jangan ragu-ragu untuk memastikan buku itu ditahqiq oleh Syeikh Abdul Fattah Abu Ghuddah.

Karya Fenomenalnya

Ada dua buku karangan beliau yang sangat fenomenal, buat kamu yang suka membaca atau mengkoleksi buku, pastikan dua judul itu ada di rak bukumu. “Qiimatu Al Zaman ‘Indal Ulama” dan “Safahat min Shabril ‘Ulama”. Buku yang luar biasa, kalau memang ada list buku yang harus kamu baca sebelum mati, mungkin dua buku itu adalah pilihan yang tepat. Satu lagi buku fenomenal sheikh Abu Ghuddah yaitu "Al Ulama Al Uzzab Allazina Aatsarul Ilma 'Ala al Zawaj", buku yang mengisahkan tentang tokoh-tokoh yang memilih menjomblo sampai mati demi belajar, mengajar dan berjuang.

Seorang teman di Damaskus bercerita, “Suatu hari aku pernah keliling Damascus dan menelpon hampir seluruh penerbit di Suriah hanya untuk mencari buku “Safahat min Shabril ‘Ulama”.

Ada seorang wanita di ujung dunia sana yang meminta mahar pernikahannya berupa buku “Safahat min Shabril ‘Ulama”, kebetulan calon suaminya adalah sahabat lama ku yang tidak bertemu selama 10 tahun atau lebih, itu pun kalau bukan karena “kepepet” mau kawin dan butuh buku itu, mungkin dia tidak akan menyapaku lewat inbox. 

Alhamdulillah bukunya dapat, meskipun bekas. Sorry bro, kalau ente baca ini, semoga Samawa, tapi really it was an honor for me.”


Beliau juga menambahkan, “Mendapat hadiah buku 'Allamah Muhaddits Abdul Fattah Abu Ghuddah: Arauhu wa tarjihatuhu wa ikhtiyaratuhu fi Ulumil Hadits” dari sahabat di Beirut merupakan hadiah terbaik di penghujung tahun 2017. Masih fresh bro, baru beberapa waktu lalu terbit. Dengan membaca buku ini, sudah menghemat banyak waktu daripada harus membaca buku sheikh Abu Ghuddah satu per satu yang jumlahnya puluhan itu.”

Mengomentari sahabatnya ini, Syeikh Musthafa Zarqa mengatakan, "Kalau mau melihat bagaimana sahabat dan tabiin hidup, lihatlah akhi Abdul Fattah". Kalau harus menulis dua orang favorit dengan berbagai buku karangannya, aku akan menulis: Syeikh Sa'id Ramadhan Al Buty dan Syeikh Abdul Fattah Abu Ghuddah rahimahumallah.

Oleh Ustad Saifannur (Saief Alemdar)
Read More