Tarbiyah.online | Dalam berbagai kesempatan, kita sering menemukan entah itu bacaan atau mendengar kajian atau juga ceramah, dimana ada satu ungkapan yang disebut-sebut sebagai Hadits. yaitu mengenai apa yang pertama kali diciptakan oleh Allah SWt. dan kaitaannya dengan Nur Nabi SAW. Sebagai mana pertanyaan berikut:
“Hal pertama yang diciptakan Allah adalah Nur Nabimu, wahai
Jabir.” Apakah hadits ini shahih? Dan apakah makna dari hadits tersebut selaras
atau bahkan bertentangan dengan prinsip-prinsip aqidah yang wajib bagi Nabi?
Pertanyaan diatas pernah juga ditanyakan kepada Syaikh Ali Jum’ah, seorang ulama besar dari Al-Azhar Mesir, yang pernah menjabat sebagai mufti negara.
Dalam kitab Al Bayan li maa Yasghal al Adzhaan yang
berisikan 100 persoalan yang yang paling sering ditanyakan, Syaikh Ali Jum’ah
di masa beliau menjadi mufti Mesir menjawab dengan sangat baik, gamblang dan
mencerahkan sebagaimana biasanya.
Berikut kutipannya:
“Para pakar hadits menghukumi hadits tersebut mungkar dan
bahkan memvonis palsu. Syeikh Al-‘Allamah Abdullah bin Shiddiq Al Ghumari
berkata,”Mereka yang menisbatkan periwayatan hadits tersebut kepada Abdurrazaq
telah keliru karena hadits tadi tidak ditemukan dalam kitab Al Musannaf, Al
Jami’ dan Tafsirnya. Al-Hafizh as-Suyuthi, dalam kitab tafsir Al-Hawi fil Fatawi
juz 1 halaman 32 berkata,”Hadits tersebut tidak mempunyai sanad yang
otoritatif.” Hadits tersebut secara pasti PALSU.
Kesimpulannya, hadits tadi adalah mungkar dan palsu serta tidak ditemukan subernya dalam kitab-kitab hadits”. (Abdullah bin Shiddiq al Ghumari, Mursyid al Hair li Bayan Wadl’ Hadits Jabir, hal.2).
Kesimpulannya, hadits tadi adalah mungkar dan palsu serta tidak ditemukan subernya dalam kitab-kitab hadits”. (Abdullah bin Shiddiq al Ghumari, Mursyid al Hair li Bayan Wadl’ Hadits Jabir, hal.2).
Mayoritas ahli hadits menghukumi hadit diatas palsu seperti
Al Hafizh as-Shaghani. Dan pendapat ini tidak ditentang oleh Al-Hafizh
Al-‘Ajluni. Demikian untuk status dari hadits Jabir.
Namun demikian, makna hadits tersebut mungkin benar apabila
yang dikehendakinya adalah permulaan dari cahaya dan permulaan secara mutlak.
Hal ini benar dari Qalam dan ‘Arasy dengan khilaf yang masyhur.
Al-‘Ajluni mengatakan, ”Menurut pendapat lemah bahwa permulaan segala materi sesuai dengan jenis materi tersebut. Semisal, Allah menciptakan pertama kali segala cahaya dari materi cahaya juga, dan begitu juga seterusnya.
Dalam kitab Ahkam ibn al-Qaththan sebagaimana diriwayatkan Ibnu Marzuq dari Ali bin Husein dari ayahnya, bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Aku dulu adalah cahaya di sisi Tuhanku selama empat ribu tahun, yakni sebelum Adam diciptakan.” Demikian ibarat kitab al Mawahib. (al-‘Ajluni, Kasyaf al-Khafa, juz 1 halaman 311-312).
Al-‘Ajluni mengatakan, ”Menurut pendapat lemah bahwa permulaan segala materi sesuai dengan jenis materi tersebut. Semisal, Allah menciptakan pertama kali segala cahaya dari materi cahaya juga, dan begitu juga seterusnya.
Dalam kitab Ahkam ibn al-Qaththan sebagaimana diriwayatkan Ibnu Marzuq dari Ali bin Husein dari ayahnya, bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Aku dulu adalah cahaya di sisi Tuhanku selama empat ribu tahun, yakni sebelum Adam diciptakan.” Demikian ibarat kitab al Mawahib. (al-‘Ajluni, Kasyaf al-Khafa, juz 1 halaman 311-312).
Imam Al’Allamah Ad-Dardir (Al Maliki) tidak menentang makna
ungkapan tersebut. Belliau berkata,” Cahaya rasulullah SAW adalah sumber semua
cahaya dan materi sebagaimana sabda beliau kepada Jabir, ”Materi pertama yang
diciptakan Allah adalah cahaya Nabimu dari Cahaya-Nya...al Hadits.” Beliau
adalah mediator seluruh makhluk.” (Ad-Dardir, asy-Syarah as-Shaghir; Hasyiah
as-Shawi, juz 4 halaman 778-779).
Sesungguhnya alam-alam yang diciptakan Allah ada banyak. Ada alam Mulk yaitu
alam yang kita lihat. Ada alam Malakut yaitu alam ghaib. Ada alam Ruh, alam Jin
dan alam Malaikat. Di semua alam tersebut terdapat cahaya-cahaya yang diciptaka
Allah SWT. Tidak bisa ditolak kemungkinan bahwa Rasulullah SAW adalah awal
cahaya yang diciptakan Allah dan cahaya-cahaya tersebut memenuhi sifat manusia
pada alam ruh.
Kesimpulannya, hadits tersebut palsu dan tidak benar
dinisbatkan kepada Rasul SAW. Akan tetapi maknanya mungkin benar seperti penjelasan
diatas. Wallahu a’lam.
Demikian jawaban dari Syeikh Ali Jum'ah dalam kitabnya tersebut yang memuat 100 pertanyaan yang paling sering diajukan. Dengan lugas, beliau menjawab dengan nukilan dari berbagai referensi yang terpercaya, yaitu kitab-kitab ulama besar terdahulu. Dan sangat proporsional, dimana ha1 dikatakan haq, sedangkan bathil, tanpa ragu beliau katakan bathil.
Wallahu a'lam
Wallahu a'lam