Tarbiyah.online – Siapakah ahulbait, dan apa pentingnya mencintai keluarga Nabi SAW beserta keturunannya? Bagaimana batasan cinta kepada mereka? Dimana titik perbedaan antara cinta dan fanatik buta yang tercela? Dan tidakkah itu menyamakan kita dengan syi’ah yang sesat?
Pertanyaan ini kiranya penting untuk diajukan kepada ulama-ulama besar yang masih hidup di zaman ini, yang keilmuan mereka diakui, baik dikarenakan kelurusan aqidahnya maupun keluasan ilmunya dengan sanad keilmuan yang berterusan hingga kepada imam-imam mazhab yang muktabar hingga kepada Nabi Muhammad SAW.
Pertanyaan ini kiranya penting untuk diajukan kepada ulama-ulama besar yang masih hidup di zaman ini, yang keilmuan mereka diakui, baik dikarenakan kelurusan aqidahnya maupun keluasan ilmunya dengan sanad keilmuan yang berterusan hingga kepada imam-imam mazhab yang muktabar hingga kepada Nabi Muhammad SAW.
Untuk
menjawab pertanyaan diatas, ada baiknya kita mengintip satu diantara hadits
yang disabdakan oleh Nabi SAW yang berisikan perintah untuk mencintai keluarga
Nabi SAW dan ikut berpegang teguh kepada mereka.
“....Amma
ba’d, Ingatlah, wahai sekalian manusia. Sesungguhnya aku adalah manusia yang
hampir didatangi utusan Tuhanku lalu aku penuhi panggilannya. Aku meninggalkan
kepada kalian dua perkara berat nan berharga. Pertama adalah Kitabullah. Di
dalamnya terdapat petunjuk dan cahaya, maka ambillah dan berpegangteguhlah
kepadanya. Lalu Nabi SAW melanjutkan, Dan Ahlul bait, keluarga ku. Aku
mengingatkan kalian tentang Allah pada Ahlulbait ku. Aku mengingatkan kalian
tentang Allah pada Ahlulbait ku.”
Hushain
lalu bertanya,”siapakah ahlulbait beliau wahai Zaid? Apakah istri-istri beliau
termasuk ahlul bait? Zaid menjawab,”Istri-istri beliau termasuk ahlulbait. Akan
tetapi, ahlulbait yang dimaksud adalah orang-orang yang haram menerima zakat
setelah beliau. “Dan siapakah mereka? “keluarga ‘Ali, keluarga ‘Aqil dan
keluarga ‘Abbas.
“Mereka
semua haram diberi zakat?”
“Ya”
(H.R. Ahmad dan Muslim)
Sedangkan
Sabda Nabi SAW yang lainnya, “Wahai manusia, Sesungguhnya aku meninggalkan kepad
kalian sesuatu yang jika kalian ambil maka tidak akan sesat, yakni Kitabullah
dan sanak keluargaku, Ahlulbait.” (H.R. Ahmad dan Turmidzi).
Maka
dari itu kita sepatutnya mencintai ahlulbait Nabi SAW. Melihat turunannya, dari
mencintai Allah maka kita mencintai Nabi SAW sebagai pemangku segala kebaikan
dan rahmat bagi seluruh alam dari Allah SWT. Kemudian, dari mencintai Rasul SAW
maka kita mencintai ahlulbaitnya dimana beliau telah berwasiat tentangnya,
mereka juga memiliki ketamaan yang mulia dan kebaikan yang bertambah. Maka
mencintai ahlulbait mesti lahir dari lubuk hati seorang Muslim sebagai wujud
cintanya kepada Nabi SAW.
Baca juga kemuliaan nasab beliau
Baca juga kemuliaan nasab beliau
Fanatisme
"Dalam
cinta, kata fanatisme tidak didapati." Kata-kata tersebut sering diucapkan oleh Syeikh Buthi rahimahullah. Seorang ulama Suriah. Namun fanatisme terdapat pada perihal
keyakinan, aqidah. Maka ketika aqidahnya benar, tidak akan salah cintanya kepada
Rasul SAW dan ahlulbaitnya. Kita yang beraqidah bahwa tiada tuhan melainkan
Allah dan Muhammad adalah Rasulullah. Seluruh para Nabi dan Rasul-Rasul
berstatus ma’shum, yaitu terlepas daripada segala dosa. Sedangkan selain mereka mempunyai kemungkinan melakukan perbuatan dosa, hatta ahlulbaitnya, namun mereka punya kemungkinan
hanya berstatus mahfuzh, sebagaimana yang didapati orang-orang shalih, yaitu
penjagaan dari Allah SWT terhadap mereka. Secara syari’ah mereka bisa saja
melakukan pekerjaan dosa, namun mereka mendapat penjagaan dari Allah SWT.
Nah,
selama aqidah seorang muslim masih lurus dalam hal ini, maka seyogyanya ia juga
akan mencintai Nabi beserta ahlulbait dengan sepenuh jiwa. Dan, ketika cinta
kepada ahlulbait telah merekah, itu menunjukkan derajatnya telah semakin
mendekati derajat shalih. Sebab wujud cinta kepada ahlulbait adalah wujud
kesempurnaan cinta kepada Rasul, dan wujud cinta kepada Rasul adalah wujud
cinta kepada Allah. Tentu saja saipa yang mencintai Allah, akan diangkat
derajatnya kepada derajat orang-orang shalih.
Zaman ini mudah mengenal keturunan-keturunan ahlulbait terutama yang berasal dari Hadramaut, Yaman. Karena kebanyakan dari mereka digelari Habib. Dan diantara mereka banyak yang menjadi Ulama besar dan Awliyaillah yang taqwa dan shalih. Namun demikian, tidak sedikit keturunan Rasul SAW yang tidak digelari Habib seperti kebanyakan di Mesir. Padahal ulama-ulama besar di Mesir seperti Syeikh Ahmad Thayib yang merupakan Syeikhul Azhar saat ini dan Syeikh Ali Jum'ah yang mpernah menjabat sebagai ufti Mesir juga merupakan salah satu dari ahlulbaitnya Rasul SAW. Jika di Saudi, gelaran untuk para keturunan ahlulbait adalah Sayyid, seperti Abuya Sayyid Muhammad Alwi Al Maliki Al Makki yang masyhur, dan memiliki ribuan murid dari tanah air Indonesia.
Banyak kitab-kitab yang menceritakan tentang keagungan keturunan ahlulbaitnya Rasul SAW. Ada kitab yang disusun oleh Al Imam Jalaluddin
As Suyuthi berjudul Ihya’ul Mayyit fii Fadhilati Ahlul Bayt yang berisikan 60 Hadits keutamaan AhlulBayt. Kebetulan saya mendapatkan versi terjemahannya -pdf-, namun
ketika saya membacanya, ada sedikit berbau kesyi’ahan. Bukan hendak mendiskreditkan Imam
Suyuthi, hanya saja, dari kitab terjemahan yang saya dapatkan secara bebas di internet,
saya tidak berani menjadikannya referensi utama. Karena memahami isi kitab tidak sembarang dengan cara autodidak, tanpa guru pembimbing dan/ atau juga tanpa pembanding.
Disadur dari beberapa referensi, terutama Al Bayan, karya Syeikh Ali Jum'ah.