TARBIYAH ONLINE

Fiqh

Minggu, 20 Oktober 2019

Fadhilah Surat Alfatihah Yang Dijelaskan Dalam Kitab Tafsir Shawi

Oktober 20, 2019
Image result for fadhilah surat al fatihah

Tarbiyah.online - Tafsir, Dalam Tafsir Jalalin, tidak ada satupun riwayat yang dikutip oleh dua pengarangnya tentang kelebihan atauh fadhilah Suratul Fatihah. Hal ini dapat dimengerti, karena metode penulisan yang digunakan dalam kitab ini adalah metode yang singkat , jelas dan padat. Selain itu, fokus penulisan Tafsir Jalalin adalah menjelaskan makna-makna ayat. Imam Jalalain hanya menghidangkan intisari tafsir agar mudah dipahami oleh semua golongan yang tertarik kepada Alquran.

Adapun dalam Tafsir Shawi, Syekh Ahmad bin Muhammad Al-Maliki hanya mengutip satu Hadis saja tentang kelebihan Surat Al-Fatihah. Hadis yang dikutip tersebut, bersumber dari Ibnu Arabi dan merupakan hadis yang musalsal (berantai) dengan sumpah oleh semua perawi yang terlibat. Berdasarkan dari hadis tersebut, Ibnu Arabi menyarankan agar Basmalah dibaca bersama Hamdalah dalam satu nafas tanpa putus.

بسم الله الرحمن الرحيم الحمد لله رب العالمين

Sanad dan hadis tersebut adalah:

Ibnu Arabi berkata: Demi Allah yang Maha Agung, pada tahun 601 Hijriah di kota Mosul, Abu al-Hasan Ali abu Al-Fath Al-Thayib berkata: Demi Allah yang Maha Agung, Saya telah mendengar langsung secara lafaz dari Abu Bakar yaitu abu Al-Fadhl bin Muhammad Al-Khatib Al-Harawi, Beliau berkata: Demi Allah yang Maha Agung, kami menerima sebuah hadits secara lafzi dari Abu Bakar al-Syasi al-Syafii, beliau berkata: Demi Allah yang maha agung, saya diberitahu oleh Abdullah yang populer dengan panggilan Abi Nasr al-Sarkhas.

Beliau berkata: Demi Allah yang maha agung, kami diberitahu oleh Muhammad bin al-Fadhl, beliau berkata: Demi Allah yang maha agung, kami diberitahu oleh Muhammad bin Yahya al-Waraq al-Faqih, beliau berkata: Demi Allah yang maha agung, saya diberitahu oleh Muhammad bin al-Hasan al-'Alawi al-Zahid. Beliau berkata: Demi Allah yang maha agung, saya diberitahu oleh Musa bin Isa. Beliau berkata: Demi Allah yang maha agung, saya diberitahu oleh Abu Bakar al-Raji'i.

Beliau berkata: Demi Allah yang maha agung, saya diberitahu oleh Anas bin Malik. Beliau berkata: Demi Allah yang maha agung, saya diberitahu oleh Nabi Muhammad al-Musthafa. Rasulullah bersabda: Demi Allah yang maha agung, saya diberitahu oleh Jibril. Jibril berkata: Demi Allah yang maha agung, saya diberitahu oleh Israfil.

Israfil berkata: Allah berfirman: Wahai Israfil, Demi keagunganku: barangsiapa membaca basmalah 1 kali disertai dengan bacaan Fatihatul Kitab, maka persaksikanlah bahwa Aku akan mengampuni dosanya, Aku akan menerima semua kebaikan yang dikerjakannya, Aku akan melupakan semua kesalahan dan kesilapannya, lidahnya tidak akan Aku bakar dengan api neraka, dia akan aku lepaskan dari azab kubur, azab neraka, nestapa kiamat, dan dia akan berjumpa denganKu sebelum para nabi dan Aulia.

Siapa Ibnu Arabi?

Sepanjang sejarah, terdapat dua tokoh yang memiliki cukup banyak persamaan. Lahir di Negara yang sama yaitu Andalusia, Spanyol. Sama-sama dikenal sebagai ulama besar yang ahli dalam berbagai bidang keilmuan. Dan bahkan kedua-duanya memiliki panggilan yang sama dan hanya dibedakan dengan 2 huruf saja yaitu alif dan lam. Ibnu 'Arabi dan Ibnu al-'Arabi adalah dua sosok yang memerlukan fokus dan ketelitian yang lebih agar tidak tertukar.

Ibnu al-Arabi (menggunakan alif lam) adalah panggilan terhadap seorang tokoh yang memiliki nama asli yaitu Muhammad bin Abdullah. Seorang pakar hukum dan juga mendapat jabatan sebagai Qadhi di Sevilla, Spanyol. Lahir pada tahun 468 H dan wafat pada tahun 543 H. Salah satu kitab tafsir karangan beliau yang sangat populer adalah Ahkam al-Quran.

Adapun Ibnu Arabi (tanpa alim lam) yang dimaksudkan oleh pengarang Tafsir Shawi adalah Ibnu Arabi pengarang kitab Futuhat al-Makkiyah dan seorang sosok yang terkenal memiliki pemikiran sufi yang kontroversial. Ada dua alasan sehingga kami mengambil kesimpulan demikian. Pertama, hasil penelusuran langsung ke sumber dari footnote yang dicantum oleh Syekh Ahmad al-Shawi yaitu Faidh al-Kabir syarahan atas kitab al-Jami' ma'a al-Shaghir.

Kedua, Ibnu al-Arabi dalam Ahkam al-Qurannya menyatakan secara tegas bahwa hanya ada dua hadis Nabi saja yang menyebutkan tentang kelebihan surat Al-Fatihah. Dan kedua hadis tersebut bukanlah hadis yang disebutkan oleh pengarang Kitab Shawi. Beliau bahkan mengklaim bahwa selain dari kedua hadis tersebut Fadilah surah al-Fatihah tidak tidak dapat dijadikan sebagai rujukan. Pernyataan ini sangat kontradiktif dengan pernyataan pengarang Kitab Shawi ;Syekh Ahmad Al-Maliki, di mana beliau menyatakan bahwa terdapat sangat banyak hadis-hadis tentang kelebihan surat al-Fatihah.

Ibnu Arabi memiliki nama lengkap yaitu Muhammad bin Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Abdullah Al-Hatimi. Beliau lebih populer dengan panggilan Ibnu Arabi. Tetapi ada juga di sebahagian wilayah lebih populer dengan panggilan Al-Hatimi. Beliau merupakan keturunan Arab dari suku Ta'i dan lahir pada tanggal 17 Ramadhan 560 H di negara Andalusia, Spanyol.

Ibnu Arabi adalah seorang tokoh sufi kontroversial, di mana terdapat tiga barisan ulama yang memiliki pandangan berbeda. Barisan pertama adalah barisan para penentang Ibnu Arabi dan memfatwakan secara tegas bahwa Ibnu Arabi sesat dan murtad. Ibnu Taymiyah merupakan salah seorang tokoh yang berada di barisan terdepan dan sangat getol memploklamirkan kezindiqan Ibnu Arabi. Diantara tokoh lainnya adalah Burhanuddin al-Buqa'i yang menulis sebuah kitab yang khusus mengungkap kesesatan Ibnu Arabi yaitu: Tanbih al-Ghabi ila Takfiri Ibnu Arabi (informasi untuk orang-orang tolol tentang kekafiran Ibnu Arabi).

Barisan kedua adalah barisan yang menganggap bahwa Ibu Arabi tidaklah sesat, tetapi sudah berada di tingkat tertinggi dalam dunia kesufian. Diantara tokoh yang berada di barisan terdepan membela Ibnu Arabi adalah Imam Sayuthi. Beliau menulis sebuah kitab khusus untuk membela Ibnu Arabi dari segala tuduhan sesat, zindiq dan murtad. Adalah kitab beliau yang bernama Tanbiah al-Ghabi bi Tabriah Ibnu Arabi (informasi untuk orang-orang tolol tentang bersihnya Ibnu Arabi) adalah tangkisan atas serangan dari kitab Burhanuddin al-Buqa'i di atas.

Barisan ketiga adalah barisan ulama yang ditemukan pernah menyatakan kesesatan Ibnu Arabi dan pada kesempatan lain menyatakan bahwa Ibnu Arabi adalah seorang Waliyullah yang sangat tinggi derajatnya. Adalah Syekh Izzuddin bin Abdissalam, seorang ahli ilmu hakikat terkemuka di masanya pernah menyatakan bahwa Ibnu Arabi adalah Zindiq. Di sore hari, saat tiba waktu berbuka puasa, Izzuddin bin Abdussalam menyatakan secara langsung kepada Syekh Salahuddin bahwa Ibnu Arabi adalah Wali Qutub. Salahuddin yang menerima dua informasi berbeda dalam satu hari merasa bingung dan bertanya kepada Izzuddin: mengapa pernyataan di pagi hari dan sore hari bisa berbeda 27 derajat?, Izzuddin menjawab: saya hanya ingin menyelamatkan syariat lahiriah.

Oleh : Ustad Teungku Ahmad Al Fajri, Lc, MA juga tayang di situs Radad.org
Read More

Jumat, 18 Oktober 2019

5 Kesalahan Yang Paling Sering Terjadi Dalam Wudhu

Oktober 18, 2019

Tarbiyah.online - Fiqih, Setiap umat muslim yang akan menunaikan ibadah shalat, sudah wajib tentunya berwudhu terlebih dahulu sebagai sarana penyucian diri.

Wudhu adalah cara bersuci bagi umat muslim selain mandi dan tayamum. Oleh sebab itu, ilmu tentang wudhu sudah diketahui kebanyakan muslim mengenai rukun dan sunnahnya.

Akan tetapi, ternyata ada banyak kalangan yang terkadang masih luput dalam wudhunya. Banyak yang tanpa sadar melupakan hal-hal kecil yang terlihat remeh namun sebetulnya mempengaruhi keabsahan wudhu itu.

Dalam sebagian hal, ada juga yang melakukan kemakruhan wudhu dengan melakukan hal yang dilarang. Misalnya terlalu banyak menggunakan air sampai mubazir dan lain sebagainya.

Berikut ini merupakan 5 kesalahan dalam berwudhu yang jarang diketahui oleh orang.

1. Mengucap Basmalah di dalam Kamar Kecil
Setiap hal baik disunnahkan membaca basmalah sebelum melakukannya. Itulah mengapa, disunnahkan menbaca basmalah juga sebelum berwudhu.

Nah yang menjadi problem adalah, kerap kali orang yang melakukan wudhu di kamar kecil atau kamar mandi yang menyebabkan basmalah tidak sunnahkan diucapkan. Biasanya ini terjadi bagi mereka yang tidak menemukan tempat khusus untuk wudhu.

Bagi yang sudah terbiasa melafalkan basmalah, bacaan ini seakan sudah lekat dibibir. Namun mungkin juga kadang luput sehingga masih atau tidak sengaja melakukannya di dalam kamar kecil atau kamar mandi. Padahal hal ini tidak diperbolehkan, karena di dalam basmalah terkandung nama Allah.

Hal ini juga terkait dengan adab di dalam kamar mandi, yakni tidak diperbolehkan bicara dan bersuara. Maka dari itu, basmalah cukup hanya dibatin dalam hati dan tidak perlu diucapkan dengan lisan. (Hasyiyah asy-Syibramalsi Nihayatul Muhtaj, juz I, hal 55).

2. Kaki Tidak Terangkat Saat Dibasuh
Dalam sebuah hadis dijelaskan, “Sempurnakanlah wudhu.” (HR. Muslim)

Rukun wudhu yang kelima ialah membasuh kedua kaki hingga mata kaki. Basuhan air harus merata sampai ke sela-sela jari dan telapak kaki.

Kasus terjadi ketika seorang berwudhu menggunakan bak atau wadah yang bukan pancuran. Ketika membasuh kaki, orang tersebut tidak mengangkat kakinya yang masih menempel di lantai.

Akibatnya, bagian bawah telapak kaki tidak terbasuh, padahal ini wajib. Ia merasa kakinya sudah basah dan mengira bahwa basuhan sudah merata. Padahal basah tersebut adalah karena lantainya yang sudah basah, bukan hasil dari basuhan. (al-Hawi fi Fiqhis Syafi’I, juz I, hal 363)

3. Hitungan Satu Kali dalam Berwudhu
Rasulullah SAW berwudhu tiga-tiga, lalu bersabda, “Beginilah wudhu. Barangsiapa yang menambah atau mengurangi, maka ia telah mencacat wudhunya dan dzalim.” (HR. Abu Dawud).

Di dalam wudhu disunnah juga tatslits (melakukan tiga kali) dalam mengusap dan membasuh. Sebagaimana yang diterangkan hadis di atas, menambah dan mengurangi hitungan maka hukumnya makruh.

Jika seseorang membasuh tangan tiga kali, air baru merata, maka itu belum disebut tastslits. Akan tetapi, hitungan satu kali basuhan ialah ketika air sudah merata di seluruh permukaan tangan. Baru kemudian basuhan kedua juga merata, dan basuhan ketiga. (Asnal Mathalib, juz I, hal 206)

4. Kuku yang Kotor ketika Berwudhu
Memanjangkan kuku merupakan hal yang tidak disunnahkan. Memotong kuku justru menjadi ajaran Nabi terlebih ketika Hari Jumat. Namun banyak saja oranng yang masih memanjangkan kukunya entah dengan dengan alasan apa.

Memang ada yang merawat dan membersihkan kuku secara rutin, ada juga yang membiarkan kotoran hitam bersarang di bawahnya. Lalu, apakah wajib membersihkan kuku sebelum berwudhu?

Hal wajib yang musti dilakukan dalam wudhu ialah meratakan air ke seluruh permukaan kulit yang wajib dibasuh. Dan orang yang berwudhu juga wajib menghilangkan segala sesuatu yang menghalangi masuknya air kedalam kulit, seperti lem, lilin, cat dan lain sebagainya.

Begitu pula dalam masalah kotoran kuku, harus dibersihkan jika itu menghalangi masuknya air ke bawah kuku. Apalagi jika kotoran tersebut termasuk benda yang najis, maka sudah barang tentu wajib dihilangkan. (Mughnil Muhtaj, juz I, hal 240)

5. Tidak Mencelupkan Kaki
Ini adalah fenomena yang terjadi pada banyak orang, terutama yang tidak menyadari keberadaan najis di telapak kakinya. Dan ternyata masjid yang sering menjadi korban ketidaktahuan mereka, apalagi masjid yang tempat wudhunya berdampingan dengan tempat buang air kecil.

Seringkali orang yang hendak masuk ke dalam masjid tidak mencelupkan kakinya terlebih dahulu ke dalam bak atau kolam yang telah disediakan. Ini penting, karena bak tersebut nantinya bisa menghilangkan keraguan suci tidaknya kaki.

Selain itu ada juga, orang yang sengaja melompati dan melewatkan bak kolam tersebut tersebut. Hal ini berakibat kemungkinan najis yang dibawanya pada kaki, walaupun tidak disadarinya, tersebar ke mana-mana.

Oleh sebab itu, sebaiknya setiap ada kolam cuci kaki (kobokan) hendaknya mutawadhi’ (orang yang wudhu) terlebih dahulu mencelupkan kaki di situ, sebagai kehati-hatian wudhunya. Demikian semoga bermanfaat. Wallahua’lam Bisshawab.

Oleh: Arif Rahman Hakim, Telah tayang juga di Pecihitam.org
Read More

Kenal Ulama: Biografi Imam Al Humaidi (Guru Para Ahli Hadits)

Oktober 18, 2019
Biografi Imam Al Humaidi Guru Para Ahli Hadits

Tarbiyah.online - Tokoh, Nama lengkapnya adalah al-Hafidz Abdullah bin az-Zubair bin Isa bin Ubaidillah bin Usamah bin Abdullah bin Humaid bin Zuhair bin al-Harits bin Asad bin Abdul Izzi. Ada yang mengatakan Ibnu Isa bin Abdullah bin az-Zubair bin Ubaidillah bin Humaid al-Qurasyi al-Asadi al-Humaidi al-Makki. Ada juga yang mengatakan bahwa kakeknya adalah Isa bin Abdullah bin az-Zubair bin al-Humaid al-Imam al-Hafidz al-Faqih Syaikh al-Haram Abu Bakr al-Qurasyi al-Asadi al-Humaidi al-Makki.

Al-Qurasyi nisbah kepada suku Quraisy. Al-Asadi nisbah kepada Bani Asad yang merupakan nama dari beberapa kabilah Asad bin Abdul Izzi bin Qushay bin Quraisy. Al-Humaidi adalah nisbah kepada Humaid, yaitu kabilah dari suku Asad bin Abdul Izzi bin Qushay. Al-Makki adalah penisbatan kepada kota Mekkah, karena Imam al-Humaidi tinggal, belajar, memberi fatwa di Mekkah dan merupakan akhir dari perjalanannya hingga beliau wafat.

Imam al-Humaidi diperkirakan lahir di akhir tahun 170 H. Karena guru beliau yang tertua adalah Muslim bin Khalid az-Zanji wafat tahun 180 H (lihat, Tahdziibut-Tahdziib [X/129]).

Imam al-Humaidi tumbuh di masa munculnya banyak ulama yang terkenal di bidang ilmu hadits, yaitu pada abad kedua hijriyah. Diantara ulama yang terkenal di masa itu adalah Abdullah bin al-Mubaarak (w. 181 H), Waki’ bin al-Jarrah (w. 197 H), Sufyan bin Uyainah, Abdurrahman bin Mahdi dan Yahya bin al-Qaththan (w. 198 H) (lihat, Muqaddimah Ibni Khaldun [279]).

Imam al-Humaidi banyak mengambil faedah dari aktifitas ilmiah yang beliau lakukan pada saat itu. Beliau mulai mengembara ke tempat para ulama lain untuk menuntut ilmu, antara lain ke Baghdad dan Mesir yang saat itu kedua negeri ini terdapat markas-markas penting yang merupakan markas ilmu dan pengetahuan. Ibnu Hidayah menyebutkan Imam al-Humaidi mengembara bersama Imam asy-Syafi’i dari Mekkah ke Baghdad dan Mesir. Kemudian belajar kepada Imam asy-Syafi’i hingga Imam asy-Syafi’i wafat (204 H). Lantas kembali ke Mekkah dan menjadi mufti di sana hingga wafat (lihat, Thabaqaatusy-Syaafi’iyyah karya Ibnu Hidayah [15]).

Imam al-Humaidi banyak menimba ilmu dari para ulama muhaddits senior pada jamannya. Kepada Sufyan bin  Uyainah (w. 198 H) selama kurang lebih 17 tahun dan mampu menghafal hadits darinya sebanyak 10.000 hadits beserta riwayat dan sanadnya. Ini merupakan metode yang dipakai di kalangan ulama generasi pertama dan yang terbaik dan paling shahih dalam menuntut ilmu dan pengetahuan.

Guru-guru Imam al-Humaidi yang lain yaitu Abu Ishaq Ibrahim bin Sa’ad bin Ibrahim al-Qurasyi al-‘Aufi (w. 183 H), Abu Dhamrah Anas bin Iyadh al-Laitsi al-Madani (w. 200 H), Abu Abdillah Bisyr bin Bakr al-Bajali ad-Dimasyqi at-Tunisi (w. 205 H), Abu Usamah Hammad bin Usamah bin Zaid Al-Kufi (w. 201 H), Abdurrahman bin Sa’ad al-Muadzdzin, Abu Tamam Abdul Aziz bin Abi Hazim al-Madani (w. 184 H), Abu Abdus Shammad Abdul Aziz bin Abdus Shammad al-‘Ama (w. 187 H), Abu Muhammad Abdul Aziz bin Muhammad ad-Darawardi (w. 187 H), Abdullah bin al-Harits al-Jumahi, Abdullah bin al-Harits al-Makhzumi, Abu Imran Abdullah bin Raja’ al-Makki al-Bashri (w. 218 H), Abdullah bin Sa’id al-Umawi, Abdullah bin Yarfa’ al-Madani, Ali bin Abdul Hamid bin Ziyad, Umar bin Ubaid Al-Khazzaz, Faraj bin Sa’id al-Ma’ribi, Abu Ali Fudhail bin Iyadh at-Tamimi (w. 187 H), Abu Raja’ Qutaibah bin Sa’id al-Balkhi (w. 240 H), Abu Abdillah Muhammad bin Ubaid ath-Thanafisi (w. 204 H), Abu Abdillah Marwan bin Mu’awiyah al-Fazzari al-Kufi (w. 193 H), Abu Khalid Muslim bin Khalid az-Zanji (w. 179 H), Abu Sufyan Waki’ bin al-Jarrah ar-Ra’asi (w. 197 H), Abul Abbas al-Walid bin Muslim ad-Dimasyqi (w. 194 H) dan Abu Yusuf Ya’la bin Ubaid ath-Thanafisi (w. 209 H) (Lihat Tahdziibul-Kamaal [XIV/514], Siyaru A’laamin-Nubalaa’ [X/616], Tahdziibut-Tahdziib [V/215], Thabaqaatusy-Syaafi’iyyah karya As-Subkiy [II/140], dan buku-buku biografi lain yang telah disebutkan sebelumnya.).

Imam al-Humaidi banyak mendapat pujian dari para ulama karena beliau adalah salah seorang Huffadz dan Muhaddits yang terkenal jujur, zuhud, faqih, tsiqah, kuat hafalannya serta shalih. Bahkan Imam Ahmad bin Hanbal dan Ishaq bin Rahawaih menyatakan bahwa al-Humaidi adalah seorang Imam (dalam bidang hadits) (Tahdziibul-Kamaal [XIV/513] dan Al-‘Ibaar [I/297]), selain Imam asy-Syafi’i dan Imam Abu Ubaid. Al-‘Abbadi mengatakan Imam al-Humaidi adalah Syaikhul Haram pada jamannya, pembela Ahlus Sunnah, dan tempat rujukan untuk memecahkan semua kesulitan. Posisinya di kalangan penduduk tanah Haram seperti posisi Imam Ahmad bin Hanbal di kalangan penduduk Iraq.

Para ulama hadits terkemuka banyak mengambil ilmu dari Imam al-Humaidi. Dan yang paling terkenal diantara mereka adalah Imam al-Bukhari (w. 256 H). Al-Bukhari mencantumkan dalam kitab Shahih-nya sebanyak 75 hadits dari beliau. Imam Muslim meriwayatkan satu hadits dari beliau yang beliau cantumkan dalam muqaddimah kitab Shahih-nya. Termasuk ulama hadits yang mengambil hadits dari beliau adalah Abu Dawud, at-Tirmidzi, an-Nasa’i, dan lain-lain lewat perantaraan seorang perawi dari beliau (Lihat Syadzdzaratudz-Dzahab [II/46]).

Diantara kitab karya Imam al-Humaidi adalah Kitab al-Musnad, dicetak dengan tahqiq Habiburrahman al-A’dzami, banyak tersebar di majelis ilmu di India. Hadits-hadits dan atsar yang tercantum dalam kitab ini berjumlah 1.390 hadits. Kemudian Kitab ad-Dalail, Kitab at-Tafsir, Kitab ar-Radd ‘ala an-Nu’man dan Ushul as-Sunnah.

Imam al-Humaidi wafat pada pagi hari Senin bulan Rabi’ul Awwal tahun 219 H di Mekkah (At-Taariikh Ash-Shaghiir karya Al-Bukhariy [II/339]).

Dituliskan Oleh Muhammad Mufir Muwaffaq dan telah tanyang di Pecihitam.org
Read More

Minggu, 08 September 2019

Ternyata Ada Bahaya Besar Dibalik Kalimat "Jangan Merasa Sok Suci"

September 08, 2019

Tarbiyah.onlineSering mendapati kalimat "Jangan Merasa Paling Suci, Kita Cuma Berbeda Jalan Dalam Memilih Dosa…?“ atau "Jangan Merasa Sok Suci" ...?

Kalimat dalam status atau komentar para saudara kita begitu mengusik nalar dan menggelitik hati. Sadar atau tidak, opini dan timpalan kalimat seperti ini akan menggiring orang untuk tidak lagi merasa jijik dengan maksiat dan kasihan kepada pelaku maksiat.

Padahal dalam sebuah hadits disebutkan bahwa tanda serendah-rendah iman adalah merasa benci dengan maksiat dan pelakunya. Oleh karenanya, kalimat "JANGAN MERASA PALING SUCI" secara tidak langsung telah menabrak hadits.

Memang benar, ada ayat Al Qur an yang berbunyi:
لا تزكوا انفسكم هو أعلم بمن اتقى
Janganlah kamu menganggap dirimu suci, Dia lebih mengetahui siapa yang paling bertakwa (QS: An Najm: 32)

Sekilas, kalimat "JANGAN MERASA PALING SUCI" dalam status atau komentar saudara kita sesuai dengan bunyi ayat di atas. Namun ketika kembali direnungkan lebih jauh ternyata ada qarinah (indikator) lain yang menegaskan bahwa kalimat di atas justru telah fitalbis (dicampurkan antara haq dan batil) dengan licik.

Ayat diatas bermaksud agar orang muslim itu tidak 'ujub dengan kebaikan yang dilakukannya. Jangan mengatakan bahwa diri kita paling baik. Ayat ini difirmankan oleh ALLAH SWT yang kebenarannya tidak diragukan lagi dan tidak bercampur dengan kedustaan sedikitpun.

Sedangkan kalimat "JANGAN MERASA PALING SUCI" dalam status ini telah dicampur dengan "bangkai" yang berbunyi "KITA HANYA BERBEDA DALAM MEMILIH DOSA". Berarti kalimat "JANGAN MERASA PALING SUCI" ini diucapkan oleh pelaku dosa. Bayangkan bila semua pelaku dosa bebas mengucapkan seperti ini. Efek yang muncul begitu mengerikan. Misalnya:
1. Ada guru menghukum muridnya yang bandel dengan berdiri di depan kelas, lantas muridnya berkata "jangan merasa diri paling suci, kita hanya berbeda dalam memilih dosa".

2. Polisi syari'at (Wilayatul Hisbah/ WH) menegur pelaku perjudian dan wanita berpakaian ketat, lantas penjudi dan wanita itupun berkilah, "jangan merasa paling suci, kita hanya berbeda dalam memilih dosa".

3. Suami menegur istrinya agar jangan suka chatingan negatif sama non mahram, istri pun berujar, "jangan merasa paling suci, kita hanya berbeda dalam memilih dosa".

Bayangkan, betapa bahayanya pemikiran yang telah terjangkiti virus liberal tanpa batas ini. Semoga Allah menjaga kita semua dari virus liberal.

Wallahua'lam bishshawab.

Oleh: Mahfudh Muhammad Ahmad
Read More

Sabtu, 07 September 2019

Awas! Aswaja Dan Muhibbin Sufi Palsu: Guruku Lebih Mulia Daripada Sahabat Nabi

September 07, 2019

Tarbiyah.online - Sebuah fenomena baru dari sebagian orang yang mengaku ahlussunnah wal jamaah dan pencinta sufiyyin menganggap bahwa ajaran aswaja dalam menghormati dan mencintai sahabat nabi radhiyallahu 'anhum ajma'in hanya doktrin turunan belaka, bukan karena mereka pantas dihormati, melainkan gak enak sama guru mereka.

Sebenarnya dalam hati mereka ingin memaki Saiyidina Muawiyah radhiyallahu 'anh yang sepengatahuan mereka beliau itu seorang penjahat. Atau ingin menggunjingi Saiyidina Usman radhiyallahu 'anh dengan berbagai macam alasan, misal. Dan lagi, satu-satunya yang membuat mereka ngerem untuk melakukan itu adalah kembali karena gak enak sama doktrin guru.

Dimata mereka, Waliyullah selain daripada Sahabat Nabi itu jauh lebih mulia dibanding Sahabat Nabi, hanya saja mereka tidak berani mengungkapkan.

Hal ini tampak ketika mereka aka sangat marah jika guru mereka dikatakan salah, tapi untuk menyalahkan mawqif sahabat itu sangat mudah, tak jarang mereka menganggap maqam guru mereka lebih tinggi daripada sahabat alhabib radhiyallahu 'anhum ajma'in.

Mereka seolah lupa jika dalam dunia kesufian atau muhibbin ada sebuah kaidah masyhur "nihayatul awliya bidayatul wahsyy", akhir dari maqam auliya awal dari makam Wahsyi (yang hanya bisa memandangi sayidina rasulullah saq dari jauh). Tentu saja para awliya tidak membuat kaidah ini karena doktrin. Tapi kaidah itu setelah meraka mempelajari sirah sahabat dengan detail ditambah lagi kasyaf mereka dari karamah mereka.

Mereka menghormati Saiyidina Muawiyah atau Saiyidina Amru bin 'Ash serta sahabat lainnya bukan karena doktrin, tapi karena muhibbin dan sufi yang merupakan arbab ASWAJA itu, sangat mengenal para sahabat, merekalah manusia yang paling sering membaca manaqib para sahabat nabi, tak ada yang mengenal sahabat nabi melebihi mereka.

Sehingga mereka sadar maqam dari didikan Saiyidina Rasulullah SAW, setelah mempelajari sejarah para sahabat dengan benar dan teliti, mereka sampai pada kesimpulan bahwa debu disepatu sahabat nabi yang semuanya pernah meneguk nikmatnya Nur Muhammadiyah itu jauh lebih mulia daripada mereka semua.

Dan kini datang sekolompok manusia yang mengaku sufiyin, muhubbin, sunniyin, saat berbicara tentang para Sahabat Nabi, seperti berbicara tentang pak RT dikampung mereka, bahkan kadang terhadap pak RT pun lebih sopan, yang menghalangi diri mereka berkata lebih dari itu hanya karena gak enak sama guru, tidak lebih. Sesungguhnya mereka benar-benar tidak mengenal sufiyin, sunniyin dan muhibbin kecuali hanya nama saja.

Hal yang paling gila yang bisa mereka lakukan adalah menuduh kalau perintah tawaquf (diam dulu) saat ada musykil (masalah) dalam sejarah sahabat adalah doktrin!

Tidak kawan! Itu bukan doktrin!

Level terendah dalam buku tarikh yang diajarkan memerintahkan tawaquf dan berhusnuzhan karena memang tahap pertama mengenal mereka itu singkat. Tapi ada tahap selanjutnya, dimana semuanya dibahas dengan rinci dan agak panjang.

Dan tak jarang ada yang sotoy ilmiyah, kalau mereka merasa lebih banyak tahu daripada guru mereka, menganggap bahwa guru mereka tidak tahu masalah musykil ini (tentu didepan guru mereka gak berani ngomong hal ini).

Tidak kawan!! Guru kalian yang punya sanad keilmuan tarikh sahabat itu, pasti tahu masalah musykil itu, dan bahkan lebih dari itu, mereka bahkan tahu dengan detail masalah ini, dan jika kalian bertanya pasti mereka tahu jawaban musykil itu, maka dari itu sampai sekarang makin hari mereka semakin yakin secara ilmiyah dan zauqiyah bahwa menghormati sahabat itu kewajiban.

Saat mereka tidak menjelaskan secara detail pada kalian tentang masalah musykil dalam tarikh sahabat, itu karena waktu itu pembahasan tinggi belum level kalian, tapi tentu seorang guru bersanad telah memberi nasehat pada kalian dalam menghadapi masalah ini. Jika kalian mau naik level saat belajar tarikh sahabat maka datanglah ke guru yang bersanad, jika kalian tidak mau naik level maka cukupkan tawaquf (diam) dan husnuzhan.

Tapi sayangnya kalian melanggar semuanya. Ke guru bersanad kalian tidak datangi, tawaquf juga tidak. Kalian malah ngoceh dan su'uzan. Benar-benar tidak beradab.

Akhirnya malah jauh sekali lari dari manhaj guru mereka yang sufi, muhibbin dan aswaja, dan anehnya mereka masih merasa bahwa mereka mewakili guru mereka.

Tentu benar sebuah kaedah dalam ilmu tasawuf, siapa yang belajar tanpa guru maka setanlah yang akan jadi gurunya. Jika gurunya setan? Lanjut sendiri...!

Sebaliknya jika kamu punya guru, dan gurumu bersanad dan kamu ikuti nasehatnya In syaa Allah kita bisa selalu dalam manhaj yang diajarkan Saiyidina Nabi SAW.

Oleh Ustadz Fauzan, Mahasiswa Program Magister di Suriah
Read More

Kenal Ulama: Muhammad Al-Idrisi, Pencipta Bola Bumi (Globe) dan Peta Dunia

September 07, 2019

Tokoh Ulama | Palermo, Sicilia 1138 M. Sebuah pertemuan istimewa antara seorang raja Kristen dengan seorang ilmuwan Muslim berlangsung di istana kerajaan Sicilia. Dalam suasana penuh keakraban, Raja Roger II – penguasa Sicilia secara khusus menyambut kedatangan tamu Muslim kehormatannya itu dengan ‘karpet merah’.

Sang ilmuwan Muslim itu pun dipersilakan untuk duduk di tempat kehormatan. Keduanya lalu berbincang dalam sebuah pertemuan yang boleh dibilang tak lazim itu. Betapa tidak, di saat umat Islam berjihad melawan tentara Perang Salib di Yerusalem, dua peradaban yang berseberangan justru duduk berdampingan dengan penuh keharmonisan di Sicilia bekas wilayah kekuasaan Islam.

Ilmuwan Muslim yang mendapat undangan kehormatan dari Raja Roger II itu bernama Al-Idrisi. Dia adalah geografer dan kartografer (pembuat peta) termasyhur di abad ke-12 M. Kepopuleran Al-Idrisi dalam dua bidang ilmu sosial itu telah membuat sang raja yang beragama Nasrani itu kepincut. Apalagi, Raja Roger II sangat tertarik dengan studi geografi.

Raja Roger II mengundang Al-Idrisi ke istananya yang megah agar dibuatkan peta oleh sang ilmuwan Muslim. Pada era itu, belum ada ahli geografi dan kartografi Kristen Eropa yang mumpuni untuk membuat sebuah peta dunia secara akurat. ‘’Saat itu, para ahli geografi dan kartografi Barat masih menggunakan pendekatan simbolis dan fantasi,’‘ ungkap Frances Carney Gie dalam tulisannya berjudul Al-Idrisi And Roger’s Book.

Alih-alih menggunakan pendekatan ilmiah seperti yang dilakukan para ilmuwan Muslim, para sarjana Barat ternyata masih bertumpu pada hal-hal mistis dan tradisional dalam membuat peta. Sehingga, tak ada jalan lain bagi Raja Roger II untuk memenuhi ambisinya membuat sebuah peta dunia yang akurat. Ia pun harus berbesar hati meminta bantuan kepada ilmuwan Islam.

Dalam pertemuan bersejarah itu, Raja Roger II dan Al- Idrisi pun bersepakat untuk mem buat peta dunia perta ma yang akurat. Proyek besar itu pun dirancang. Al-Id ris dan Raja Roger II bersepakat proyek pembuatan peta dunia itu akan diselesaikan dalam tem po 15 tahun. Guna mewujud kan ambisinya, didirikanlah akademi geografer yang dipimpin Raja Roger II dan Al-Idrisi.

Megaproyek pembuatan peta dunia itu melibatkan 12 sarjana, sebanyak 10 orang di antaranya adalah ilmuwan Muslim. Adalah berkah tersen diri bagi Al-Idrisi bisa mengerjakan pembuatan peta itu di kota Palermo. Sebab, di kota itulah para navigator dari berbagai wilayah seperti Mediterania, Atlantik dan perairan utara kerap bertemu. Al-Idrisi menggali informasi dari setiap navigator yang tengah beristirahat di Palermo.

Ia bersama timnya mewawancarai dan menggali pengalaman para navigator. Penjelasan dari seorang navigator akan dikonfrontir kepada navigator lainnya. Hasil kajiannya itu lalu dirumuskan.

Selama bertahun-tahun, Al-Idrisi menyaring fakta-fakta yang berhasil dikumpulkannya. Ia hanya menggunakan keterangan dan penjelasan yang paling jelas sebagai acuan membuat peta. Menjelang tenggat waktu yang ditetapkan, peta yang diinginkan Raja Roger II pun akhirnya selesai dibuat, tepat pada tahun 1154 M.

‘’Saat raja tak lagi ambil bagian secara aktif, saya selesaikan peta ini,papar Al- Idrisi dalam pengantar kitab Nuzhat Al- Mustaq fi Ikhtirak Al-Afaq yang ditulisnya. Sebagai seorang geografer yang meyakini bahwa bumi itu berbentuk bulat, Al-Idrisi secara gemilang membuat peta bola bumi alias globe dari perak. Bola bumi yang diciptakannya itu memiliki berat sekitar 400 kilogram.

Dalam globe itu, Al-Idrisi menggambarkan enam benua dengan dilengkapi jalur perdagangan, danau, sungai, kota-kota utama, daratan serta gunung-gunung. Tak cuma itu, globe yang dibuatnya itu juga sudah memuat informasi mengenai jarak, panjang dan tinggi secara tepat. Guna melengkapi bola bumi yang dirancangnya, Al-Idrisi pun menulis buku berjudul Al- Kitab al- Rujari atau Buku Roger yang didedikasikan untuk sang raja.

Selain menulis Buku Roger, Al-Idrisi pun sempat merampungkan penulisan kitab Nuzhat al-Mushtaq fi Ikhtiraq al- Afaq. Ini adalah ensiklopedia geografi yang berisi peta serta informasi mengenai negara-negara di Eropa, Afrika dan Asia secara rinci. Setelah itu, dia juga menyusun sebuah ensiklopedia yang lebih komprehensif bertajuk: Rawd-Unnas wa- Nuzhat al-Nafs.

Selama mendedikasikan dirinya di Sicilia – sebuah provinsi atonom yang berada di Selatan Italia – Al-Idrisi telah membuat hampir 70 peta daerah yang sebelumnya tak tercatat dalam peta. Al-Idrisi terbilang amat fenomenal. Dua abad sebelum Marco Polo menjelajahi samudera, dia sudah memasukkan seluruh benua seperti Eropa, Asia, Afrika, dan utara Equa dor ke dalam peta yang diciptakannya.

Lalu siapa Al-Idrisi sebenarnya?

Sejatinya, ilmuwan kesohor itu bernama lengkap Abu Abdullah Muhammad Ibnu Al-Idrisi Ash- Sharif. Selain dikenal sebagai seorang kartografer dan geografer, ilmuwan kelahiran Ceuta, Maroko, Afrika Utara pada tahun 1100 M. Dia dikenal juga dengan nama singkat Al-Sharif Al- Idrisi Al-Qurtubi. Orang Barat memanggilnya dengan sebutan Edrisi atau Dreses.

Al-Idrisi merupakan ilmuwan Muslim yang mendapatkan pendidikan di kota Cordoba, Spanyol. Sejak muda, dia sudah tertarik dengan studi geografi. Laiknya geografer kebanyakan, Al-Idrisi juga sempat menjelajahi banyak tempat yang jaraknya terbilang jauh meliputi Eropa dan Afrika Utara. Dia sembat mengembara ke Prancis, Spanyol, Portugal, Inggris dan negeri lainnya di belahan benua Eropa.

Dia melakukan pengembaraan untuk mengumpulkan data-data tentang geografi. Pada masa itu, para geografer Muslim sudah mampu mengukur permukaan bumi serta akurat serta peta seluruh dunia. Sebagai ilmuwan yang cerdas, Al-Idrisi, mengkombinasikan pengetahuan yang diperolehnya dengan hasil penemuannya. Itulah yang membuat pengetahuannya terhadap seluruh bagian dunia sangat komprehensif.

Pengetahuannya yang luas tentang geografi dan kartografi membuatnya dikenal dunia. Para navigator laut dan ahli strategi militer pun begitu tertarik dan menaruh perhatian terhadap pemikiran Al-Idrisi. Dibandingkan geografer Muslim lainnya, figur dan hasil karya Al- Idrisi lebih kesohor di benua Eropa. Al- Idrisi meninggal pada tahun 1160 M di Sicilia.

Al-Idrisi dan Zoologi

Selain dikenal sebagai geografer dan kartografer, Al-Idrisi juga turut memberi sumbangan bagi pengembangan studi zoologi dan botani. Kontribusinya yang terbilang penting bagi pengembangan ilmu hayat itu dituliskannya dalam beberapa buku. Ia begitu intens mengkaji ilmu pengobatan dengan tumbuh- tumbuhan.

Tak heran, jika ilmu Botani berkembang pesat di Cordoba, Spanyol – tempat Al-Idrisi menimba ilmu. Salah satu buku botaninya yang paling terkenal berjudul Kitab al-Jami-li-Sifat Ashtat al-Nabatat. Dalam kitab itu, Al-Idrisi mengulas dan menggabungkan semua literatur dari berbagai topik tentang botani yang khusus mengkaji pengobatan tumbuh-tumbuhan.

Al-Idrisi pun mulai mengelompokkan nama-nama tanaman obat dalam beberapa bahasa termasuk Berber, Suriah, Persia, India, Yunani, dan Latin. Buku-buku yang ditulisnya begitu berpengaruh bagi para sarjana dan Ilmuwan di Eropa. Sicilia – tempat Al- Idrisi mendedikasikan diri untuk pengembangan ilmu pengetahuan diyakini sebagai gerbang transfer ilmu pengetahuan dan teknologi yang dikuasai Islam kepada peradaban Barat.

Saat dia diundang Raja Roger II ke istana Palermo, minat dan keingintahuan Barat terhadap ilmu pengetahuan yang dikuasai peradaban Islam sedang membuncah. Seperti halnya umat Islam di abad ke-8 M yang melakukan transfer pengetahuan dari peradaban sebelumnya, sarjana Barat pun banyak yang menerjemahkan buku- buku Al-Idrisi.

Baik itu buku tentang geografi, kartografi, zoologi dan botani yang ditulisnya diterjemahkan para sarjana Barat ke dalam bahasa Latin. Malah, salah satu buku yang ditulisnya dialihbahasakan dan dipublikasikan di Roma pada tahun 1619 M. Sayangnya, ada sarjana Barat berupaya menutupi keberhasilan Al- Idrisi dengan cara tak mencantumkan namanya dalam buku yang diterjemahkan di Eropa.

Pengakuan Dunia pada Sang Ilmuwan

Sosok Al-Idrisi di benua Eropa memang tergolong sangat fenomenal. Selama berabad-abad, peta yang dibuatnya telah digunakan peradaban Barat. Maklum, pada masa itu belum ada sarjana Barat yang mampu membuat peta dunia yang akurat. Peta yang diciptakan Al-Idrisi itu pun digunakan para penjelajah Barat untuk berkeliling dunia.

Tanpa peta Al-Idrisi, boleh jadi Chistopher Columbus tak bisa menginjakkan kakinya di benua Amerika. Menurut Dr A Zahoor dalam tulisannya berjudul Al-Idrisi, saat melakukan ekspedisi mengelilingi dunia, Columbus menggunakan peta yang dibuat Al- Idrisi. Inilah salah salah satu fakta lainnya yang dapat mematahkan klaim Barat bahwa Columbus merupakan penemu benua Amerika yang pertama.

Ilmuwan Barat bernama Scott mengakui kehebatan dan kepiawaian Al-Idrisi dalam merancang dan membuat peta dunia yang begitu akurat. Menurut Scott, selama tiga abad lamanya peta yang dibuat Al-Idrisi dijiplak para geografer tanpa mengubahnya sedikit pun. Itu membuktikan betapa para geografer Barat begitu mengagumi dan mengakui kapasitas keilmuwan Al- Idrisi.

‘’Kompilasi yang disusun Al-Idrisi menandai sebuah era dalam sejarah sains. Tak hanya informasi historisnya saja yang sangat bernilai dan memikat, namun penjelasannya tentang beberapa bagian dunia masih berlaku,’‘ papar Scott mengakui karya yang telah disumbangkan Al-Idrisi.

Atas pencapaianya dalam membuat peta dunia yang begitu akurat, Al-Idrisi mendapat hadiah dari Raja Roger berupa ratusan ribu keping perak serta sebuah kapal yang penuh dengan barang cenderamata.

Oleh Heri Ruslan via Generasi salafush Sholih
Artikel ini telah tayang di Pecihitam.org
Read More

Kenal Ulama: Imam Adz-Dzahabi, Sang "Emas" dari Ayah Pengrajin Emas

September 07, 2019

Tokoh Ulama | Beliau adalah al-Imam al-Hafizh, ahli sejarah Islam, Syamsuddin, Abu Abdillah, Muhammad bin Ahmad bin Utsman bin Qaimaz bin Abdullah at-Turkmani al-Fariqi asy-Syafi’i ad-Dimasyqi, yang terkenal dengan Adz-Dzahabi.

Adz-Dzahabi berasal dari kata adz-dzahab yang berarti emas. Nama ini beliau dapatkan dikarenakan ayahnya adalah seorang pengrajin emas, dan beliau pun pernah berprofesi sebagai pengrajin emas. Yang pada akhirnya nama inilah yang lebih dikenal hingga sekarang daripada nama asli beliau, dan beliau memang pantas untuk digelari sebagai “emas” karena ilmu dan jasa beliau selama hidupnya.

Kota Kelahiran dan Masa Perkembangan Adz-Dzahabi

Beliau dilahirkan pada Rabiul Akhir 673 H/1274 M di sebuah desa bernama Kafarbatna di dataran padang hijau Damaskus, di tengah sebuah keluarga yang berasal dari Turkmenistan, yang ikut secara kewalian kepada kabilah Bani Tamim, dan mereka menetap di kota Mayyafarqin dari daerah Bani Bakar yang paling terkenal.

Adz-Dzahabi tumbuh di tengah keluarga yang cinta ilmu dan agama. Ayah beliau bernama Ahmad bin ‘Ustman. Dia adalah orang yang baik, bertakwa, dan cinta ilmu. Ayahnya pernah mempelajari kitab Shahih Bukhari pada tahun 666 H dari seorang guru, Miqdad bin Hibbatillah Al-Qoysi. Keluarganya memberikan perhatian yang besar kepada beliau dengan mengirimnya kepada para syaikh (guru besar) yang terkenal di kota Damaskus. Adz-Dzahabi telah berhasil mendapat ijazah (rekomendasi) dari mereka semenajk masih kecil, ketika ia beliau belum genap delapan belas tahun. Perhatiannya terhadap ilmu sangat tinggi.

Perhatiannya bermula dari ilmu qiraah dan hadis. Hal ini ditunjang dengan kepiawaian dan kecerdasaannya dalam berdiskusi dan memahami ilmu, serta kemampuannya yang luar biasa untuk mengingat dan menghafal, dan cita-citanya yang tinggi untuk bertemu para ulama dan berpetualang dalam menuntut ilmu.

Adz-Dzahabi telah mencurahkan kesungguhan dalam menekuni kedua disiplin ilmu itu secara langsung dari guru besar negeri Syam yang paling masyhur pada masa itu. Beliau juga berpetualang ke Mesir, Mekah, Madinah, dan beberapa kota lain untuk tujuan yang mulia ini, hingga ilmunya menjadi rujukan (referensi) kaum muslimin. Nama beliau pun mulai bergaung di dunia Islam, dan para penuntut ilmu berdatangan dari segala penjuru. Beliau pun menjadi seorang imam dalam ilmu qiraah, penghafal hadis yang ulung, salah seorang ulama yang unggul dalam kritik hadis, dan ternama di dalam al-Jarh wa at-Ta’dil.

Aktivitas Keilmuan dan Kedudukan Adz-Dzahabi

Adz-Dzahabi sempat menduduki sejumlah jabatan keilmuan di kota Damaskus, di antaranya: sebagai khatib, pengajar, dan menjadi guru besar di sejumlah perguruan dalam bidang hadis, seperti Dar al-Hadis di Turbah Umm ash-Shalih, Dar al-Hadis azh-Zhahiriyah, Dar al-Hadis wa al-Qur’an at-Tankiziyah, dan Dar al-Hadis al-aFadhiliyah.

Kesibukan padat yang beliau jalani tidaklah menjadikan beliau terhalang untuk melakukan penelitian dan menulis karya ilmiah. Bahkan beliau telah meninggalkan kekayaan ilmiah yang besar dan penuh berkah, di mana kitab-kitab dan karya tulis beliau mencapai lebih dari 200 karya dalam berbagai disiplin ilmu: qiraat, hadis, mushthalah hadis, sejarah, biografi, akidah, ushul fiqh, dan raqa’iq (ilmu beretika).

Di antara karya ilmiah beliau adalah:

Tarikh al-Islam
Siyar A’lam an-Nubala
Mizan al-I’tidal
Al-Ibar fi Khabar man Ghabar
Al-Mughni fi adh-Dhu’afa
Al-Kasyif
Tadzkirah al-Huffazh
dan masih banyak karya yang tidak tercatat dalam tulisan singkat ini.

Pujian Para Ulama Terhadap Adz-Dzahabi

Syaikhul Islam Ibnu Hajar al-Asqalani berkata, “Aku pernah minum air Zamzam agar aku mencapai derajat Imam adz-Dzahabi dalam menghafal”.

Al-Hafizh Ibnu Katsir berkata tentang Adz-Dzahabi, “Keberadaan beliau telah merepresentasikan para syaikh pakar dalam penghafal hadis…”

Murid beliau, Tajuddin as-Subki dalam Syadzarat adz-Dzahab berkata, “Guru kami, Abu Abdullah adalah seorang ulama hebat yang tidak ada bandingnya. Beliau adalah gudang perbendaharaan ilmu, tempat kembali ketika terjadi permasalahan yang rumit, imam semua orang dalam hal hafalan, beliau ibarat emasnya zaman secara maknawi dan literel, guru besar al-Jarh wa at-Ta’dil, pemuka para tokoh pada setiap jalan; seakan-akan umat telah dikumpulkan pada padang yang satu lalu beliau melihatnya mulai memberitakan dari para rawi sebuah riwayat sebagaimana orang-orang yang hadir memberitakan…”

As-Suyuthi dalam Dzail Tadzkirah al-Huffazh berkata, “Yang ingin saya katakan, ‘Sesungguhnya ulama-ulama hadis sekarang dalam sub disiplin kritik rawi dan disiplin-disiplin hadis lainnya membutuhkan pada empat sosok: Imam al-Mizzi, Imam adz-Dzahabi, Imam al-Iraqi, dan al-Hafizh Ibnu Hajar’.”

Di Antara Perkataan Al-Imam Adz-Dzahabi

Imam Adz-Dzahabi berkata, “Tidak sedikit orang yang memusatkan perhatiannya pada ilmu kalam (filsafat islam) melainkan ijtihadnya akan membawanya kepada perkataan yang menyelisihi sunnah. Karena itulah ulama terdahulu mencela setiap yang belajar ilmu umat-umat sebelum Islam. Ilmu kalam turunan dari ilmu para filsuf atheis. Barangsiapa yang sengaja ingin menggabungkan ilmu para nabi dengan ilmu para filsuf dengan mengandalkan kecerdasannya maka pasti dia akan menyelisihi para nabi dan para ahli filsafat. Dan barangsiapa yang meniti jalannya para rasul, maka sungguh dia telah menempuh jalan pendahulu dan menyelamatkan agama dan keyakinannya.” (Mizanul I’tidal, III:144)

Beliau berkata, “Kebanyakan ulama pada zaman ini terpaku dengan taqlid dalam hal furu’(cabang permasalahan), tidak mau mengembangkan ijtihad, tenggelam dalam logika-logika umat terdahulu, dan pemikiran ahli filsafat. Dengan demikian, bencana pun meluas, hawa nafsu menjadi hukum dan tanda-tanda tercabutnya ilmu semakin nampak. Semoga Allah merahmati seseorang yang mau memperhatikan kondisi dirinya, menjaga ucapannya, selalu membaca al-Quran, menangis atas kejadian zaman, memperhatikan kitab ash-Shahihain (Shahih Bukhari dan Shahih Muslim), dan beribadah kepada Allah sebelum ajal datang secara tiba-tiba.” (Tadzkirah al-Huffazh, II:530)

Wafatnya Al-Imam Adz-Dzahabi

Di akhir hidupnya Adz-Dzahabi mendapat cobaan, tujuh tahun mengalami kebutaan. Kemudian beliau wafat malam Senin 3 Dzulqa’dah 748 H/ 1348 M, dan dimakamkan di Bab ash-Shaghir di Damaskus.

Beberapa Pelajaran yang Dapat Dipetik Dari Biografi Al-Imam Adz-Dzahabi

1. Peran serta orang tua terutama seorang ayah sangat berpengaruh dalam keberhasilan anaknya.

2. Perilaku dan sikap seorang ayah menjadi modal awal bagi seorang anak dalam menentukan tujuan hidupnya. Bila ayahnya saleh dan bertakwa, maka anaknya pun akan meniti jalan yang telah ditempuh oleh ayahnya. Sebagaimana ayah Adz-Dzahabi mencintai ilmu, maka imam Adz-Dzahabi pun ikut mencintai ilmu.

3. Seorang remaja harus mempunyai tujuan dan fokus hidupnya sejak dini, agar keberhasilan yang ia cita-citankan dapat segera terwujud.

4. Buah dari ilmu pengetahuan adalah amal dan mengajarkannya kepada orang lain.

5. Karya tulis merupakan sarana yang terbaik dalam menyampaikan ilmu, karena dapat terus dimanfaatkan walau penulisnya telah meninggal puluhan abad yang lalu.

6. Kekurangan fisik yang kita miliki tidak menghalangi kita untuk berhasil. Imam Adz-Dzahabi telah membuktikannya walaupun penglihatan beliau telah tiada namun beliau tetap bersemangat untuk menyampaikan ilmunya dan tetap menjadi guru besar di pergurungan tinggi hadis.

7. Semangat untuk belajar dan mengajar harus terus berkobar mulai sejak kecil sampai berusia lanjut bahkan sampai kita meninggalkan dunia ini.

Semoga Allah melimpahkan rahmat-Nya yang luas kepada Imam adz-Dzahabi, dan mengampuni kita semua dan beliau, serta mengumpulkan kita dengan beliau di bawah bendera Nabi kita, Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam.


Oleh Taufiq Hidayah, STDI Imam Syafi’i

Artikel ini telah tayang di Muslim.Or.Id
Read More